Kilas Balik UU Cikal Bakal PPN 12% Disahkan DPR di 2021, PDIP Pimpin Panja
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12% berlaku 1 Januari 2025 menuai penolakan dari berbagai pihak. Dasar kenaikan PPN yang termuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 atau UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kini disorot.
UU HPP disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021 lalu. Simak kilas baliknya seperti dirangkum detikcom, Minggu (22/12/2024).
UU HPP, selama pembahasan rancangan UU-nya, diproses dalam Panitia Kerja (Panja) RUU yang diketuai oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi PDIP Dolfie Othniel Fredric Palit. Dolfie selaku ketua Panja melaporkan Komisi XI DPR telah menyepakati RUU dibawa ke rapat paripurna pada 29 September 2021.
"Selanjutnya Panja juga telah melaporkan hasil pembicaraan tingkat I dalam rapat kerja bersama pemerintah pada 29 September 2021 pukul 19.00 WIB dengan mendengarkan pandangan mini fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan," kata Dolfie dalam siaran ulang rapat paripurna di YouTube DPR RI.
Dolfie melaporkan, dalam pembahasan tingkat I di Komisi XI DPR bersama pemerintah, sebanyak delapan fraksi setuju RUU itu dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan.
Dia menyebutkan delapan fraksi yang setuju ialah PDIP, Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, PPP. Sementara, yang menolak hanya satu fraksi yaitu PKS.
"Dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama pemerintah tersebut, delapan fraksi, yaitu PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP menyatakan menerima hasil kerja Panja dan menyetujui agar RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan segera disampaikan kepada pimpinan DPR RI untuk dilanjutkan kepada tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI sehingga dapat disetujui dan ditetapkan sebagai undang-undang," kata Dolfie.
"Adapun satu yaitu Fraksi PKS belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan dilanjutkan pada tahap pembicaraan tahap II dalam rapat paripurna DPR RI," lanjutnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya »
Lihat juga video Antisipasi Kemenpar Atasi Imbas PPN 12% Siapkan Paket Wisata Murah
[Gambas Video 20detik]
Dolfie kemudian memaparkan pandangan masing-masing fraksi lebih mendetail. Berikut sikap kesembilan di fraksi DPR pada saat itu.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan bahwa memperhatikan aspirasi dan nasib kelompok menengah ke bawah dan pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat banyak, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi darat, jasa keuangan dan jasa pelayanan sosial dibebaskan dari pengenaan PPN.
Fraksi Partai Golongan Karya menyatakan bahwa Fraksi Partai Golkar dapat menerima sejumlah penyempurnaan mulai dari sistematika penomoran hingga perubahan redaksional dan penambahan pasal-pasal baru tentang pendelegasian kewenangan sejumlah ketentuan peraturan perundang yang mensyaratkan persetujuan DPR RI juga sangat berguna untuk menetralisir sejumlah spekulasi dan kekhawatiran dunia usaha yang berpengaruh pada iklim bisnis dan investasi nasional.
Fraksi Partai Gerindra menyatakan bahwa menilai program pengungkapan sukarela wajib pajak akan memfasilitasi para wajib pajak yang memiliki itikad baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan diharapkan program ini dapat meningkatkan kepatuhan sukarela berbasis mutual trust dan berdampak signifikan pada peningkatan penerimaan perpajakan yang berkelanjutan.
Fraksi Partai NasDem menyatakan bahwa menilai sangat penting aturan mengenai asistensi penagihan pajak global yang bersifat timbal balik pengaturan tentang puasa wajib pajak, pembatalan usul kewenangan penangkapan, penahanan, modernisasi peraturan pengadilan secara in absentia dan program pengungkapan sukarela wajib pajak untuk mendorong kepatuhan pajak.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menyatakan bahwa pendukung penerapan pajak karbon sebagai salah satu instrumen dalam mengurangi dan mengendalikan emisi karbon diharapkan ke depannya mengenai pajak karbon dapat mengubah perilaku masyarakat guna mengurangi emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam melakukan proses produksinya.
Fraksi Partai Demokrat menyatakan meminta pemerintah agar melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau wajib pajak perlu adanya edukasi terkait tentang manfaat pajak akan pentingnya membayar pajak hingga dapat timbul kesadaran dan kepatuhan untuk membayar pajak.
Fraksi PKS menyatakan menolak pembahasan tentang RUU harmonisasi peraturan perpajakan dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya dalam rapat paripurna DPR RI. Fraksi PKS menyampaikan pertimbangan penolakannya sebagai berikut. Pertama, Fraksi PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Fraksi PKS berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN akan kontraproduktif dengan proses pemulihan ekonomi nasional. Fraksi PKS juga menolak barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan dan dikonsumsi oleh rakyat, dasar kesehatan medis, dasar pendidikan, jasa pelayanan sosial dan jasa layanan keagamaan menjadi barang/jasa kena pajak walau saat ini tarif PPN-nya masih 0% namun dengan menjadi BJKP, barang dan jasa tersebut suatu saat bisa dikenakan pajak. Fraksi PKS menolak pasal-pasal terkait dengan pengungkapan sukarela harta wajib pajak sebagaimana yang dipahami para ahli dan publik sebagai program tax amnesty jilid II. Pada tahun 2016, Fraksi PKS secara resmi menolak Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Fraksi Partai Amanat Nasional menyatakan bahwa mengapresiasi dengan disetujuinya pengecualian penerapan pajak terhadap beberapa isu seperti pendidikan, kesehatan, sosial dan isu publik lainnya terkait jasa pendidikan hal ini sangat penting terutama agar sekolah dan lembaga pendidikan, khususnya yang berada di daerah tertinggal, terluar dan terdepan, dapat menjadi lebih berdaya dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Fraksi PPP menyatakan bahwa upaya pemerintah untuk melakukan reformasi perpajakan yang komprehensif namun harus dilakukan secara hati-hati dan proporsional agar tidak menjadi kontraproduktif terhadap upaya pemulihan ekonomi.
Lihat juga video Antisipasi Kemenpar Atasi Imbas PPN 12% Siapkan Paket Wisata Murah
[Gambas Video 20detik]