Kisah Stanley Menanti Sang Ayah di Tengah Puing dan Abu Glodok Plaza...

Kisah Stanley Menanti Sang Ayah di Tengah Puing dan Abu Glodok Plaza...

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Sudah empat hari berlalu sejak kebakaran hebat melanda Gedung Glodok Plaza pada Rabu (15/1/2025), namun kabar tentang ayah Stanley (21), Muljadi, masih belum jelas.

Setiap detik terasa begitu lambat, dipenuhi harapan besar yang menggantung pada kabar baik yang masih belum tiba.

"Belum ada update, terakhir hari Kamis saya datang ke lokasi kejadian," ujar Stanley, dikutip dari tayangan program Kompas Petang, Kompas TV, Senin (20/1/2025).

Sejak api melahap bangunan itu, Muljadi yang bekerja di tempat karaoke di lentai 9 Gedung Glodok Plaza tidak lagi bisa dihubungi.

Panggilan telepon Stanley tak berbalas dan pesan yang dikirim hanya tenggelam dalam sunyi.

Dengan hati penuh kecemasan, Stanley mendatangi lokasi kejadian, berharap ada jawaban di posko pengaduan. Namun, jawaban yang ia cari belum juga ditemukan.

Langkahnya kemudian membawanya ke Rumah Sakit Polri. Di sana, Stanley melengkapi data-data sang ayah, berharap proses identifikasi bisa memberikan titik terang.

Ia ingin memastikan apakah sang ayah termasuk di antara korban yang telah dievakuasi. Namun, semakin lama mencari, semakin besar pula ketakutan yang mulai menyelimuti hatinya.

"Saya serahkan fotokopi KTP, KK, lalu ditanya ciri-ciri fisik, termasuk pakaian dan warna baju. Pada saat itu Papa mengenakan kaos ungu muda, celana jeans, dan sandal, dan itu juga saya sampaikan kepada RS Polri," kata Stanley.

Stanley masih mengingat dengan jelas malam nahas itu. Seorang rekan kerja orang tuanya sempat menghubungi untuk menanyakan keberadaan sang ayah.

Rupanya, saat kebakaran terjadi, rekan kerja itu mencoba menghubungi ponsel sang ayah, tapi tak ada jawaban. Ponsel itu sudah tidak aktif.

"Pada Kamis saya ke lokasi, bertemu rekan-rekan Papa saya. Katanya, pada Rabu jam 3 sore itu mereka masih sempat berkomunikasi dengan Papa saya," ungkap Stanley.

Stanley juga masih mengingat momen terakhir ia berbicara dengan sang ayah. Selasa malam, ia masih sempat bercakap dengannya.

Keesokan paginya, Stanley tidak sempat melihat langsung, tetapi ia masih mendengar suara sang ayah dari lantai atas sebelum berangkat kerja.

Itu adalah suara terakhir yang didengarnya—suara yang kini hanya bisa dikenang dalam ingatan.

"Saat berangkat kerja, Papa mengenakan kaos ungu muda, celana jeans, dan sandal," ucap Stanley.

Sebagai informasi, Glodok Plaza yang selama ini menjadi pusat perniagaan, berubah menjadi lautan api pada Rabu (15/1/2025), pukul 21.30 WIB.

Sebanyak 230 personel pemadam kebakaran bertaruh nyawa di tengah kobaran yang mengganas.

Selama 45 unit mobil pemadam berjibaku menyemprotkan air, mencoba menaklukkan api yang konon bermula dari sebuah diskotek di lantai tujuh.

Namun, si jago merah tak mudah dijinakkan. Dengan rakus melahap lantai enam, delapan, hingga sembilan, membuat kepanikan menjalar ke seluruh gedung.

Hari-hari berlalu, tapi nyala tragedi belum juga padam. Hingga Sabtu, 18 Januari 2025, Dinas Gulkarmat Jakarta mencatat delapan korban jiwa telah ditemukan dari reruntuhan yang menghitam.

Setiap jenazah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk proses identifikasi.

Tak hanya sebuah tugas yang tak hanya menuntut ketelitian, tetapi juga untuk mengurai kisah duka di balik tubuh-tubuh yang telah terbakar.

Di balik penyelidikan yang masih berlangsung, keluarga para korban hanya bisa menggantungkan harapan yakni kepastian.

Seperti Stanley, yang setiap hari melangkah dengan hati penuh kecemasan, mencari sang ayah yang belum juga ditemukan.

Di antara abu dan serpihan puing, yang tersisa hanyalah doa dan penantian yang begitu panjang.

Sumber