Kisah Ujang Nuryadien, Tukang Servis Panci di Palangka Raya yang Sukses Sekolahkan Anak hingga S2

Kisah Ujang Nuryadien, Tukang Servis Panci di Palangka Raya yang Sukses Sekolahkan Anak hingga S2

PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Suara palu yang bertalu-talu memukul logam aluminium terdengar lantang di telinga, memecah kesunyian deretan toko kelontong di Kawasan Pasar Kahayan, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, Selasa (10/12/2024) pagi.

Suara nyaring bersumber dari toko servis panci di deretan toko kelontong itu.

Mesin penyaring minyak berbahan aluminium teronggok di antara bisingnya ketukan palu.

Tangan tua Ujang Nuryadien bergerak lincah mengukur, menggunting, sampai memukul-mukul aluminium membentuk tutup mesin peniris minyak.

Ujang tampak sangat sibuk menggarap pekerjaannya.

“Ini lagi bikin tutupnya, kemarin yang mengantar barang ini minta dibuatkan tutup yang baru, yang lama longgar. Saat ini lumayan banyak pesanan,” ungkap pria berusia 60 tahun itu, saat berbincang-bincang dengan Kompas.com.

Pria kelahiran Tasikmalaya tahun 1964 ini mengatakan, usaha servis panci dan peralatan rumah tangga itu sudah dia tekuni sejak zaman krisis moneter tahun 1997 lalu.

Sulitnya memenuhi kebutuhan hidup di zaman itu, ditambah lagi bekal pendidikannya yang hanya sampai sekolah dasar (SD), memaksanya untuk mencari penghasilan yang cukup.

“Saya ke Kalimantan sejak 1994 ikut orang merantau, pertama di Kalsel, kemudian Kaltim, bekerja serabutan, sempat jadi kuli bangunan juga,” ujar dia.

Dia kemudian menetap di Kalteng pada tahun 1997.

KOMPAS.COM/AKHMAD DHANI Ujang Nuryadien saat menggunting kepingan logam aluminium untuk diolah menjadi tutup panci.

Memikirkan stabilitas penghasilan di tengah pekerjaan yang tidak menentu dan krisis moneter, Ujang lantas berpikir mencari penghasilan yang lebih stabil.

“Saya kemudian belajar menambal panci dari teman. Selain menambal, saya juga menerima pembuatan alat rumah tangga, dandang bakso, loyang roti, dan alat lain yang bahannya dari aluminium,” ucap Ujang, dengan bahasa Banjar beraksen Sunda.

 

Ujang kemudian menyewa salah satu bangunan toko kayu yang kini menjadi tempat usahanya itu.

Jaraknya tak berapa jauh dari tempat tinggalnya.

Toko servis berbahan bangunan kayu itu yang kemudian menjadi saksi bisu perjuangan Ujang puluhan tahun mencari nafkah untuk istri dan keempat anaknya.

Penghasilan dari pekerjaan itu yang membuat anak-anaknya bisa sekolah.

“Lumayan lah, sebulan paling sedikit bisa dapat Rp 3 juta, tapi itu naik turun, tergantung banyak sedikitnya orang yang mau servis,” ujar dia.

Dari penghasilan yang naik turun itu, Ujang mengaku harus pintar-pintar membagi prioritas.

Menurut Ujang, selain untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, dia juga harus menyisihkan uang demi pendidikan anaknya.

“Saya cuman lulusan SD, ibunya juga sama, tapi saya ingin anak-anak kami punya masa depan yang lebih baik. Jalurnya ya melalui pendidikan,” ungkap Ujang.

Berkat penghasilan dari servis panci dan alat rumah tangga itu, dia bisa membuat anak-anaknya menempuh pendidikan dengan baik.

Anak keduanya, Bela Novita, yang menjadi sumber kebanggaannya, berhasil menamatkan S1 di IAIN Palangka Raya.

“Saat ini dia lanjut S2 di universitas yang sama. Alhamdulillah sekarang bisa bekerja sebagai supervisor di salah satu perusahaan ritel di Palangka Raya,” tutur dia.

Bagi Ujang, pendidikan adalah kunci mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik.

Melalui kios kecil dan usaha yang digelutinya, kisah Ujang memberikan pesan bahwa kerja keras mampu memperbaiki nasib seseorang, betapapun terbatasnya.

Sumber