Kisah Warga di Pedalaman Manggarai Timur, Bangun Jembatan Bambu Sepanjang 50 Meter untuk Hindari Banjir Kali

Kisah Warga di Pedalaman Manggarai Timur, Bangun Jembatan Bambu Sepanjang 50 Meter untuk Hindari Banjir Kali

KOMPAS.com – Indonesia telah merdeka selama 79 tahun. Meski demikian, masih banyak warga di pelosok negeri yang belum merasakan kemerdekaan, terutama dalam hal infrastruktur.

Salah satu contohnya adalah masyarakat di Dusun Wirung, Desa Nanga Meze, Kecamatan Elar Selatan yang ada pelosok Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mereka menghadapi kendala akses transportasi akibat kondisi jalan dan jembatan yang memprihatinkan.

Di perbatasan antara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada, terdapat sebuah kali besar yang menjadi penghalang akses transportasi.

Saat musim kering, warga dapat melintasi kali tersebut karena airnya surut. Namun, saat musim hujan, kali itu menjadi tidak bisa dilalui.

Hal ini sangat berdampak pada anak-anak sekolah dari beberapa desa yang harus menyeberangi kali besar tersebut untuk pergi ke sekolah, serta petani yang ingin menjual hasil pertanian mereka ke Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada.

Salah seorang warga, Antonius, menjelaskan bahwa warga lebih memilih untuk pergi ke Bajawa karena akses jalannya lebih baik.

“Kalau ke Borong (ibu kota Manggarai Timur), jalannya amat buruk. Biaya transportasi sangat mahal,” tambahnya saat dihubungi pada Minggu (8/12/2024).

Untuk mengatasi masalah banjir di kali, warga setempat secara gotong royong membangun jembatan gantung dari bambu sepanjang 50 meter.

Jembatan ini memudahkan anak-anak sekolah dan warga yang hendak menjual hasil pertanian.

“Banyak anak-anak sekolah yang ke Bajawa. Kami juga lebih mudah ke Bajawa daripada ke Borong. Kasihan anak-anak sekolah harus menyeberangi kali. Bisa mengancam nyawa mereka,” ungkap Antonius.

Antusiasme masyarakat dalam membangun jembatan bambu tersebut sangat tinggi.

Bahkan, warga dari kabupaten tetangga ikut menyumbang bahan-bahan seperti besi beton, bambu dan rokok untuk mendukung proyek tersebut.

Namun, Antonius menyayangkan bahwa meskipun banyak pejabat dan wartawan yang datang untuk mengambil gambar jembatan bambu tersebut, perhatian dari pemerintah—baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat—masih minim.

“Sudah banyak yang datang foto-foto di sini. Hanya untuk kepentingan konten saja,” katanya.

Ia mewakili masyarakat setempat meminta kepada presiden terpilih, Menteri PUPR dan Gubernur NTT terpilih agar memberikan perhatian kepada kondisi masyarakat di perbatasan Manggarai Timur.

“Pak Presiden, Pak Menteri, dan Gubernur terpilih, tolong perhatikan kami di sini. Kami harus bangun jembatan bambu setiap tahun. Kalau tidak, nyawa kami terancam dibawa banjir kali saat hujan,” ungkapnya.

Antonius juga menyoroti pentingnya akses jalan yang lebih baik.

“Ini jalur tengah yang menghubungkan Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai Timur. Kalau kami ke utara, aksesnya jauh dan jalan juga buruk,” ungkapnya.

Ia berharap Bupati Manggarai Timur terpilih dapat memperhatikan kondisi jalan kabupaten di Elar Selatan yang masih sangat parah.

Sumber