Klaim Asuransi Kredit Melesat, POJK 20/2023 Disebut Bisa Jadi Solusi
Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menilai hadirnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 20 Tahun 2023 bisa menjadi solusi dari tantangan berat yang dihadapi lini usaha asuransi kredit saat ini.
Ketua Umum DAI Yulius Bhayangkara mengatakan klaim asuransi kredit saat ini dalam tren menanjak seperti halnya asuransi kesehatan. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), per kuartal III/2024 terjadi lonjakan klaim asuransi kredit sebesar 44,2% year on year (yoy) menjadi Rp10,48 triliun.
Lonjakan itu membuat rasio klaimnya meningkat menjadi 85,5% terhadap premi asuransi kredit yang didapat sebesar Rp12,26 triliun pada periode tersebut.
"Kita tahu bahwa banyak perusahaan yang melakukan evaluasi yang sangat mendasar di asuransi kredit. Beberapa perusahaan bermasalah gara-gara ini [asuransi kredit] salah satu faktornya. Dan itu yang harus membuat OJK mengeluarkan POJK 20," kata Yulius dalam webinar yang diselenggarakan Kupasi, dikutip Kamis (5/12/2024).
Beberapa ketentuan dalam beleid tersebut antara lain perusahaan yang menjual produk asuransi kredit dapat menetapkan besaran premi/kontribusi yang disesuaikan dengan risiko yang ditanggung dan manfaat yang dikelola. Selain itu, preminya juga ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan dan diterapkan secara tidak diskriminasi.
Selain itu, penilaian risiko pada objek asuransi kredit harus mempertimbangkan kemampuan debitur memenuhi kewajiban, kualitas portofolio kredit, tingkat risiko pada objek asuransi untuk masing-masing jenis risiko yang dipertanggungkan hingga ketersediaan subrogasi. Yulius menilai ketentuan-ketentuan yang diatur tersebut akan berdampak positif bagi lini usaha asuransi kredit.
"Kami coba mengangkat perusahaan asuransi bargaining posisinya meningkat dengan adanya POJK ini, makannya kemudian dibatasi, diakuisi, loss sharing dan lain-lain," jelas Yulius.
Namun, di sisi lain Yulius menyadari POJK ini akan membuat perusahaan yang tidak bisa memenuhi rasio likuiditas dan ekuitas minimum yang dipersyaratkan tidak akan bisa lagi menjual produk asuransi kredit.
Dalam pasal 4 POJK 20/2023 tersebut mengatur bagi perusahaan asuransi umum yang memasarkan produk asuransi kredit harus memiliki rasio likuiditas paling rendah 150%. Selain itu, ekuitas yang dimiliki harus paling sedikit Rp250 miliar atau 150% dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku (dipakai mana yang lebih tinggi) sampai dengan 31 Desember 2028. Selanjutnya ekuitas tersebut naik menjadi minimal Rp1 triliun setelah 31 Desember 2028.
Ketentuan-ketentuan tersebut akan efektif berlaku mulai 13 Desember 2024.
"Ini tantangan bagi beberapa perusahaan asuransi yang belum bisa mendapatkan Rp250 miliar hingga 13 Desember. Tentu tidak bisa memasarkan produk asuransi kredit dan suretyship-nya lagi," pungkasnya.