Klinik Ria Beauty Gunakan Alat Ilegal, Pemilik Janji Bisa Hilangkan Bopeng
JAKARTA, KOMPAS.com – Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra mengatakan, klinik kecantikan Ria Beauty menggunakan alat ilegal dalam praktiknya.
Pemilik menjanjikan kepada setiap pasiennya dapat menghilangkan bopeng pada wajah.
"Tersangka dengan sengaja mengambil keuntungan dengan cara membuka jasa menghilangkan bopeng pada wajah dengan cara digosok menggunakan alat GTS roller yang belum memiliki izin edar," ujar Wira di Polda Metro Jaya, Jumat (6/12/2024).
Namun, Wira menegaskan bahwa praktik yang dilakukan dengan menggunakan alat tanpa izin tersebut justru bisa menyebabkan luka.
"Jaringan kulit menjadi luka,” ujar Wira.
Dalam menjalani praktiknya di klinik tersebut, Ria terbukti tanpa izin yang sah.
Ria yang merupakan sarjana perikanan, mengaku memiliki sertifikat pelatihan untuk mengklaim dirinya kepada pelanggan memiliki kompetensi sebagai tenaga medis.
"Serum yang tidak memenuhi standar keamanan, di mana tersangka mengaku memiliki kompetensi yang sah dengan didukung oleh sertifikat pelatihan yang dia miliki,” ujar Wira.
Praktik kecantikan ilegal itu akhirnya terbongkar setelah Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya mendapatkan informasi dari masyarakat.
Berbekal informasi ini, penyidik berpura-pura menjadi calon pelanggan dan menanyakan melalui WhatsApp tentang treatment derma roller pada Kamis (14/12/2024).
“Oleh admin Ria Beauty dimintai identitas foto dan foto wajah. Kemudian diberitahukan biayanya senilai Rp 15 juta. Jika berminat, segera membayar DP sebesar Rp 1 juta,” ujar Wira.
Satu hari setelahnya, penyidik diundang ke sebuah grup WhatsApp bernama Derma Roller Jakarta Desember, yang di dalam grup tersebut terdapat sembilan calon pasien lainnya.
Beberapa hari kemudian, penyidik menerima informasi dari grup tersebut bahwa jadwal treatment derma roller akan berlangsung di hotel kawasan Kuningan pada 1 Desember 2024.
Saat hari tiba, polisi menggerebek kamar 2028 di tempat kejadian perkara (TKP). Di sana, Ria dan asistennya, DN, ditangkap saat tengah menerima tujuh pasien.
Akibat tindakannya, Ria dan DN dijerat dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 jo. Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp 5 miliar.
(Reporter Baharudin Al Farisi | Editor Jessi Carina)