Koalisi Perempuan Minta MK Uji UU MD3 soal Keterwakilan Perempuan di DPR
Koalisi Perempuan Indonesia hingga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menguji Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) mengenai keterwakilan perempuan di DPR RI. Mereka menyoroti proporsi distribusi anggota perempuan yang masih kurang di alat kelengkapan dewan (AKD) hingga pimpinan komisi.
Sidang perkara bernomor 169/PUU-XXII/2024 digelar di ruang panel 1, Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024). Sidang ini dipimpin oleh hakim MK Saldi Isra, didampingi Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
"Permohonan ini memiliki dua pokok, pertama terkait distribusi anggota perempuan dalam alat kelengkapan dewan. Jadi yang pertama berbicara mengenai distribusi keanggotaan yang kedua adalah tentang pengisian kepemimpinan dari alat kelengkapan dewan," kata pihak kuasa hukum, Ahmad Alfarizy, dalam sidang.
Ahmad menyinggung anggota DPR RI perempuan pada periode 2019-2024 ditempatkan mayoritas pada Komisi IX yang berhubungan dengan kesehatan hingga kesejahteraan sosial. Ia menilai keterwakilan perempuan di DPR RI tak terdistribusi secara proporsional.
"Sedangkan di bidang-bidang lain kami sudah tampilkan tabel beberapa rekap dari kami bahwa perempuan sering tidak terbagi secara proporsional. Kalau kita melihat di dalam keanggotaan DPR 2024-2029 beberapa fraksi yang kami berikan, contoh itu banyak sekali komisi yang tidak sama sekali didistribusikan jumlah perempuan," ujarnya.
Mereka menyoroti periode DPR RI 2024-2029, ketika tak ada perempuan sebagai pemimpin di Komisi VIII DPR RI. Padahal, komisi tersebut bersinggungan langsung dengan mitra yang menangani soal perlindungan anak hingga perempuan.
"Di Komisi VIII DPR RI saat ini, itu membidangi tentang agama, perlindungan anak, dan perempuan. Tapi sayang sekali pimpinan dari Komisi VIII ini sama sekali tidak memuat perempuan, Yang Mulia, satu pun. Padahal komisi ini berisi tentang komisi yang berfokus pada perlindungan anak dan perempuan," ujar Ahmad.
"Dari Fraksi PKB, Fraksi PKB Komisi I, Komisi II, Komisi III itu sama sekali tidak menempatkan perempuan di situ. Sedangkan di beberapa komisi lain ada ditempatkan lebih dari satu, padahal kalau menurut kami sebaiknya ini distribusikan secara proporsional agar keterwakilan perempuan dari masing-masing fraksi bisa didistribusi dari masing-masing komisi," tambahnya.
Dalam petitumnya, Koalisi Perempuan dan Perludem menyertakan beberapa pasal di UU MD3. Mereka juga ingin MK menyatakan Pasal 427E ayat (1) huruf b UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU MD3 bertentangan dengan UUD NKRI 1945 dan tidak memiliki hukum yang mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai ‘Pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua, yang ditetapkan dari dan oleh anggota komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi dengan memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)’," kata Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Mikewati Vera Tangka.
Lihat juga Video ‘Komite I DPD RI Raker dengan Mendagri Bahas Evaluasi Pilkada 2024’
[Gambas Video 20detik]