Koalisi Sipil Desak Anggota TNI Terlibat Penyerangan di Deli Serdang Diadili Terbuka

Koalisi Sipil Desak Anggota TNI Terlibat Penyerangan di Deli Serdang Diadili Terbuka

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras aksi penyerangan dilakukan puluhan anggota TNI dari Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan terhadap warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang, Sumatra Utara, pada Jumat, 8 November 2024.

Insiden itu menyebabkan seorang warga, Raden Barus, meninggal dan puluhan lainnya mengalami luka serius. Kejadian yang terjadi saat dini hari tersebut mengundang kritik luas serta tuntutan keadilan dari masyarakat.

Koalisi sipil mendesak supaya anggota TNI terlibat diadili di peradilan umum. Menurut mereka, proses hukum yang terbuka sangat penting agar rasa keadilan bagi para korban benar-benar terpenuhi.

“Anggota TNI yang diduga melakukan serangan brutal tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya,” kata Ardi Manto dari Imparsial yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, dalam keterangannya seperti dikutip pada Kamis (14/11/2024).

Ardi khawatir jika pelaku diadili melalui peradilan militer malah cenderung memberi ruang impunitas yang melindungi aparat dari hukuman setimpal. Sehingga proses itu dikhawatirkan tidak dapat diandalkan dalam memastikan akuntabilitas yang diperlukan dalam kasus ini.

Dia berharap proses hukum yang ditempuh memberikan transparansi penuh, sejalan dengan harapan publik dan hak-hak warga sipil.

Ardi juga mengkritik keterangan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menyebut insiden ini terjadi akibat provokasi geng motor yang tidak terima ditegur oleh prajurit.

Alasan tersebut dianggap sebagai pembenaran tindakan sweeping yang dilakukan sepihak.

“Jika anggota TNI melihat atau mengetahui adanya geng motor yang meresahkan dan mengganggu masyarakat, maka seharusnya anggota TNI tersebut melaporkan kepada pihak kepolisian, bukan bertindak secara brutal dengan melakukan penyerangan terhadap warga,” papar Ardi.

Selain menuntut keadilan bagi para korban, Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti pentingnya reformasi UU Peradilan Militer. Mereka menganggap UU No. 31 Tahun 1997 sudah tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas bagi semua warga negara, termasuk aparat militer.

Sistem peradilan militer yang ada saat ini, menurut koalisi, lebih sering digunakan sebagai sarana impunitas bagi prajurit yang melanggar hukum, sehingga mendorong tindakan kekerasan berulang.

Keadilan yang diharapkan masyarakat bukan sekadar pemenuhan hukum bagi korban, tetapi juga sebagai upaya menciptakan rasa aman.

Dengan membawa kasus ini ke pengadilan umum, masyarakat berharap tidak ada lagi tindakan kekerasan sewenang-wenang dari prajurit TNI terhadap warga sipil.

Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan reformasi peradilan militer adalah langkah krusial demi memastikan perlindungan hak-hak sipil di bawah hukum yang adil dan transparan.

Sumber