Komisi E DPRD Desak Disdik Segera Cairkan KJP bagi Penerima yang Sempat Dihapus
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi E DPRD Jakarta, Dina Masyusin mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) untuk segera mencairkan dana bantuan sosial (bansos) Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) yang sebelumnya sempat dihapus.
Wakil rakyat pada Fraksi Demokrat-Perindo ini meminta Disdik Jakarta dapat mencairkan dana bantuan pendidikan paling tidak pada Januari 2025, setelah diaktifkan kembali.
“Kami tunggu hingga Januari 2025, jika tidak (cair) maka kami akan panggil kembali Disdik,” kata Dina kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2024).
Dina menyampaikan keprihatinannya terhadap warga pra sejahtera yang sangat mengandalkan bantuan tahap 2 tahun 2024 untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.
Namun banyak penerima manfaat yang kehilangan bantuan secara sepihak akibat hasil verifikasi Disdik dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Sebab, mereka dianggap tak lagi memenuhi kriteria karena memiliki kendaraan roda empat atau aset dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp 1 miliar.
"Mereka ini warga pra sejahtera. Jangankan punya mobil atau aset mewah, untuk hidup sehari-hari saja mereka pas-pasan,” kata Dina.
Dengan begitu, ia akan terus mengawal masalah ini hingga bantuan tersebut kembali diterima oleh warga pra sejahtera yang berhak.
Dina mendesak agar Disdik, Bapenda, dan Dinas Sosial melakukan verifikasi ulang secara saksama terhadap dokumen dan kondisi penerima manfaat.
"Kalau memang mereka warga pra sejahtera, jangan dicoret dari program bansos,” tegas Dina.
Disdik Provinsi Jakarta sebelumnya menyatakan membutuhkan dana Rp 320 miliar untuk mengaktifkan kembali KJP para pelajar yang terputus pada tahap 2 tahun 2024.
Dari data yang dipaparkan Disdik dalam rapat bersama Komisi E DPRD, ada 109.274 siswa yang terputus KJP pada tahap 2. Ratusan pelajar itu sebelumnya mendapat KJP pada tahap 1 tahun 2024.
Diperlukan telaah mendalam bersama SKPD untuk menentukan apakah penggunaan dana belanja tak terduga (BTT) memungkinkan, atau terdapat opsi alternatif lainnya yang dapat dipertimbangkan.
Dengan demikian, permintaan BTT senilai Rp 320 miliar perlu dikaji kembali oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sebab, BTT digunakan untuk hal yang mendesak.