Komisi E DPRD Soroti Kekosongan Jabatan Kadisbud Jakarta Pasca-Kasus Korupsi

Komisi E DPRD Soroti Kekosongan Jabatan Kadisbud Jakarta Pasca-Kasus Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi E DPRD Jakarta, Dina Masyusin menyoroti kekosongan jabatan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) setelah kasus korupsi yang melibatkan pejabat tersebut mencuat.

Untuk diketahui, Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta, Iwan Henry Wardhana, dinonaktifkan setelah disebut-sebut terlibat dalam dugaan korupsi kegiatan fiktif.

"Sejak kasus ini terungkap, Kadis telah diberhentikan dan sementara jabatannya diisi oleh Sekdis sebagai Plh. Kami berharap Pemprov DKI segera menunjuk Plt untuk mengisi posisi tersebut hingga proses lelang jabatan dilakukan," ujar Dina kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).

Iwan Henry Wardhana telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, bersama dua tersangka lainnya, yaitu Kabid Pemanfaatan Disbud Jakarta berinisial MFM dan GAR, pemilik event organizer (EO) GR-Pro.

Komisi E DPRD yang membidangi kesejahteraan rakyat meliputi Dinas Kebudayaan itu menyesalkan keterlibatan mitranya dalam dugaan kegiatan fiktif senilai Rp 150 miliar pada anggaran 2023.

"Sebagai mitra kerja, kami sangat menyesalkan dan merasa miris karena masih ada pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya untuk kegiatan fiktif," ucap Dina.

Dina juga mengkritik Pemprov DKI Jakarta yang masih belum mengisi jabatan Kadisbud dengan pejabat definitif setelah Iwan diberhentikan. Ia meminta agar posisi tersebut segera diisi dengan pejabat sementara (Plt), sambil menunggu proses lelang jabatan yang lebih transparan.

“Sejak kasus ini mencuat, Kadis diberhentikan dan jabatannya diisi oleh Sekdis sebagai Plh. Kami harap agar Pemprov DKI minimal menempatkan Plt, sambil menunggu lelang jabatan yang baru,” tambah Dina.

Sebagai Wakil Ketua Fraksi Demokrat-Perindo DPRD Jakarta, Dina juga mengingatkan Pemprov agar meningkatkan pengawasan terhadap kinerja para pejabat eselon II, termasuk pada Kadisbud.

Ia berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pejabat di lingkungan pemerintah provinsi untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja aparatur sipil negara (ASN).

“Saya juga meminta kepada Pemprov DKI agar betul-betul menskrining para pejabat dengan baik dan membuat komitmen agar yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan tercela,” ujar Dina.

Diberitakan sebelumnya, Kejati Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Disbud Jakarta.

Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers yang berlangsung pada Kamis, kemarin.

Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan bahwa di antara tiga tersangka terdapat nama Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif Iwan Henry Wardhana (IHW).

Bersama dua tersangka lainnya, Iwan diduga terlibat dalam penyalahgunaan pencairan dana anggaran dinas tahun 2023 dengan cara menciptakan acara-acara fiktif.

Selain Iwan, dua tersangka lainnya adalah Kabid Pemanfaatan Disbud Jakarta berinisial MFM dan GAR, pemilik event organizer (EO) GR-Pro.

"Kami menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang bersumber dari APBD," ujar Patris.

Setiap tersangka memiliki surat penetapan yang terpisah, dengan Iwan mendapatkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025, MFM dengan TAP-02M.1/Fd.1/01/2025, dan GAR dengan TAP-03M.1/Fd.1/01/2025, semuanya tertanggal 2 Januari 2025.

Patris menjelaskan modus yang digunakan oleh Iwan dan MFM melibatkan kerja sama dengan GAR untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang seolah-olah dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan.

Mereka menciptakan beberapa perusahaan dan mengajak vendor untuk menggambarkan seolah kegiatan tersebut benar-benar diadakan.

"Dalam pelaksanaannya, ada beberapa variasi kegiatan, ada yang dilaksanakan secara fiktif, ada yang sebagian benar dilakukan," kata Patris.

Pencairan dana dilakukan dengan menggunakan surat pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat oleh MFM dan GAR, yang dilengkapi dengan cap-cap palsu.

"Semua dilengkapi dengan surat pertanggungjawaban penggunaan anggaran atau SPJ dengan menggunakan stampel-stempel palsu," imbuh dia.

Salah satu kegiatan fiktif yang berhasil diidentifikasi adalah pagelaran seni yang menghabiskan dana sebesar Rp 15 miliar.

Para tersangka memanipulasi acara sehingga tampak nyata dengan melibatkan sejumlah pihak untuk mengenakan kostum penari.

Pihak-pihak ini kemudian diminta untuk berfoto di panggung dengan harapan menciptakan kesan bahwa kegiatan tersebut benar-benar dilaksanakan.

"Pihak tersebut diberi seragam sebagai penari dan selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi judul seolah-olah foto ini setelah melaksanakan kegiatan tarian tertentu, tapi tariannya tidak pernah ada," jelas Patris.

Hingga kini, Iwan Henry Wardhana belum memenuhi pemanggilan dari Kejati terkait kasus ini.

Oleh karena itu, Kejati berencana untuk memanggilnya kembali setelah penetapan sebagai tersangka.

"Yang dua (Iwan dan MFM) belum diperiksa sebagai tersangka, baru dipanggil sebagai tersangka," ungkap Patris.

Sementara itu, GAR, selaku pemilik EO yang diduga terlibat dalam kasus ini, sudah ditahan di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari ke depan.

Penyidik berencana untuk memanggil Iwan dan MFM pekan depan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Nanti diinformasikan oleh penyidiknya, tapi kami panggil untuk diperiksa sebagai tersangka," pungkas Patris.

Kasus ini masih dalam proses penyelidikan, dan Kejati akan terus mendalami lebih dalam terkait dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Sumber