Komisi III Bakal Fokus Bahas Hak Tersangka-Sistem Penahanan di RUU KUHAP

Komisi III Bakal Fokus Bahas Hak Tersangka-Sistem Penahanan di RUU KUHAP

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masuk sebagai prioritas DPR RI di 2025. RUU yang diusulkan oleh Komisi III ini akan membahas terkait hak tersangka hingga sistem penahanan di Indonesia yang dipandang perlu dikaji kembali.

"Sekarang sebetulnya, kan sempat ada draft dari pemerintah, apakah akan kita ambil lagi bulat-bulat, apakah akan kita review sebagian atau seluruhnya," kata Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat konferensi pers Catatan Akhir Tahun di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).

Habiburokhman mengatakan pihaknya akan memprioritaskan pembahasan soal hak tersangka hingga terdakwa di RUU ini. Ia mengatakan pengaturan soal hak tersangka sebenarnya sudah termasuk di dalam KUHAP, namun realitanya banyak ditemukan yang tidak sesuai.

"Pertama, terkait hak tersangka. Hak tersangka, terdakwa, dan seterusnya. Ini yang memang harus kita jadi prioritas. Bagaimana operasionalnya itu, karena de facto, banyak orang yang merasa haknya sebagai tersangka itu diabaikan. Apalagi dalam perkara-perkara misalnya yang ada nuansa politisnya," kata Habiburokhman.

"Kesulitan untuk dibesuk keluarga, kesulitan untuk mendapat penasehat hukum, kesulitan untuk mendapatkan perawatan kesehatan, dan lain sebagainya. Itu akan kita tinjau bagaimana bisa beroperasi maksimal," tambahnya.

Habiburokhman mengatakan pihaknya juga akan membahas soal hak seorang advokat. Ia menilai hingga saat ini belum ada aturan yang mengenai seorang saksi untuk didampingi seorang advokat.

"Orang dipanggil sebagai saksi nggak bisa didampingi, gitu kan. Bisa pun mendampingi sebagai tersangka, gitu kan. Hanya bisa duduk, diam, dengar, catat. Padahal lawyer itu, advokat itu adalah mempertahankan hak dari orang yang berpotensi bermasalah hukum, atau orang yang sudah bermasalah hukum. Itu tidak akan maksimalkan," katanya.

Habiburokhman mengatakan pihaknya akan melakukan diskusi terkait institusi penahanan di Indonesia. Ia menyebut penahanan yang cukup lama selama 120 hari dinilai membatasi seseorang untuk membela diri.

"Jadi kita, misalnya, ini ada orang-orang dilaporkan ujaran kebencian atau apa gitu kan, ditahan dulu 120 hari. Iya kan? Nanti di hari ke-120 baru ini bisa bebas atau nggak demi hukum ya. Sudah babak belur duluan, kalau orang ditahan itu kan memiliki keterbatasan untuk membela diri. Ini sangat penting juga di perkara-perkara terkait politik dan ujaran kebencian," kata Politikus Partai Gerindra ini.

Ia mengatakan konsep praperadilan saat ini dianggap negatif. Ia menyebut pembahasan KUHAP nantinya akan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

"Jadi konsep pra-peradilan itu kan sekarang negatif. Orang kalau tidak ingin ditahan, mengajukan pra-peradilan misalnya kan. Nah, apakah bisa ya, konsep pra-peradilannya dibikin aktif? Bukan negatif," imbuh Habiburokhman.

Simak juga video Komisi III Terima 469 Aduan Sepanjang 2024, Terbanyak Masalah Pengadilan

[Gambas Video 20detik]

Sumber