Komnas HAM Usul RUU KUHAP, Masyarakat Adat hingga TPPO Masuk Prolegnas
JAKARTA, KOMPAS.com– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengajukan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI agar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.
Usulan ini mencakup RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, mengatakan, ketiga RUU tersebut penting untuk segera disahkan demi memperkuat perlindungan HAM di Indonesia, misalnya RUU KUHAP yang akan mengatur tata cara penanganan pidana dari hulu hingga hilir.
“RUU KUHAP penting untuk menjadi prolegnas 2025-2029 karena sangat terkait dengan prinsip-prinsip perlindungan dan penegakan hukum,” ujar Atnike dalam rapat dengar pendapat umum antara Baleg dengan Komnas HAM, Rabu (30/10/2024).
“Dalam praktiknya selama ini masih banyak pelanggaran dalam pelaksanaan KUHAP. Baik dalam tidak dilaksanakannya aturan KUHAP, maupun terjadinya pelanggaran HAM akibat kekurangan aturan atau gap dalam KUHAP,” kata dia.
Menurut Atnike, UU KUHAP telah diuji sebanyak 73 kali di Mahkamah Konstitusi, dan 12 pengujian di antaranya dikabulkan. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian KUHAP dengan konstitusi dalam kaitannya dengan HAM.
Pembaruan UU KUHAP pun diharapkan diharapkan dapat lebih menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, penyandang disabilitas, lansia, dan masyarakat adat.
“Komnas HAM memberi fokus agar undang-undang ini lebih perspektif dalam penghormatan perlindungan dan pemenuhan ham khususnya kelompok rentan seperti perempuan anak penyandang disabilitas lansia dan masyarakat adat,” kata Atnike.
Selain itu, Komnas HAM juga mengusulkan RUU Masyarakat Hukum Adat agar masuk Prolegnas. Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum serta jaminan perlindungan hak masyarakat adat.
“UUD 1945 telah mengatur tanggung jawab negara terhadap masyarakat hukum adat, yang menyatakan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati, selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban,” ujar Atnike.
Menurut Komnas HAM, ruang lingkup RUU tersebut perlu mencakup pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat, yang memungkinkan mereka dapat menjalankan hak-haknya sesuai tradisi.
Di samping itu, RUU Masyarakat Hukum Adat juga diharapkan dapat melestarikan tradisi serta meningkatkan ketahanan sosial budaya sebagai bagian dari ketahanan nasional.
“Memberikan ruang partisipasi baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya, melestarikan tradisi dan adat istiadat, serta meningkatkan ketahanan sosial budaya sebagai ketahanan nasional,” kata Atnike.
Kemudian, Komnas HAM juga mendorong revisi Undang-Undang tentang TPPO. Sebab, aturan yang ada saat ini dinilai belum efektif mencegah dan menangani TPPO, mengingat modus perdagangan yang terus berkembang, misalnya kejahatan online scamming.
“Kajian Komnas HAM menemukan bahwa pelaksanaan undang-undang tentang TPPO banyak yang perlu diperkuat dan diperbarui, mengingat usianya yang sudah 16 tahun,” kata Atnike.
Selain itu, ia juga menyoroti masih lemahnya pemulihan korban TPPO, karena pusat layanan ramah korban belum tersedia di semua provinsi.
Atas dasar itu, revisi UU TPPO penting dilakukan sebagai komitmen negara melindungi warga dari perdagangan manusia yang semakin kompleks.
“Komnas HAM memandang penting untuk merevisi undang-undang tentang TPPO Karena undang-undang ini adalah bentuk komitmen negara untuk melakukan pencegahan dan penanganan TPPO,” kata Atnike.
Untuk diketahui, DPR tengah menyusun daftar RUU yang akan masuk dalam Prolegnas 2024-2029.