Komunitas Pejuang Literasi di Semarang Kian Marak, Butuh Dukungan Pemerintah

Komunitas Pejuang Literasi di Semarang Kian Marak, Butuh Dukungan Pemerintah

SEMARANG, KOMPAS.com- Anak muda memiliki peran penting untuk meningkatkan literasi masyarakat. Peran itulah yang kini sedang dijalankan sejumlah anak muda di Indonesia. 

Kian hari, kumpulan anak muda muda dalam dunia literasi seperti klub buku dan komunitas buku terus berkembang, tak terkecuali di Kota Semarang.

Sejak 2022, anak-anak muda yang tergabung dalam Bookclub Semarang konsisten melakukan kegiatan membaca buku bersama, hingga berdiskusi ringan tentang buku di Taman Indonesia Kaya yang terletak di Jalan Menteri Supeni, Mugassari, Kota Semarang.

Hingga saat ini, ada sekitar ratusan anak muda tergabung dalam Bookclub Semarang. Setiap hari Minggu siang, mereka berkumpul, membentuk lingkaran untuk membaca buku, berdiskusi, hingga bermain bersama.

Ketua Bookclub Semarang, Rasyid Muliya Irawan mengatakan, minat baca anak-anak muda Semarang cukup meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut bisa dilihat dari bertambahnya anggota baru yang ikut dalam kegiatan mingguan Bookclub Semarang.

"Nah kebetulan sekarang kita udah sampai tiga grup WhatsApp, dan salah satu grupnya bisa sampai 900 orang. Kalau menurut saya, sekarang minat baca anak-anak muda di Semarang sudah bagus banget," ucap Rasyid kepada Kompas.com, Senin (4/11/2024).

Menurut Rasyid, salah satu masalah literasi yang terjadi di Kota Semarang adalah tidak adanya ruang untuk berkumpul dan bertumbuh.

Sehingga, Bookclub Semarang hadir untuk mewadahi anak-anak muda yang ingin bertemu dengan teman sehobi.

"Ternyata banyak yang join, tapi mungkin yang bikin tidak kelihatan banyak ya karena tidak ada tempat-tempat yang memungkinkan buat mereka bertumbuh. Ruang bertumbuh itu butuh banget, makanya harus diaktifkan terus biar orang-orang juga ketularan untuk baca buku," ungkap mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) itu.

Selain klub buku, imbuh Rasyid, media sosial juga berperan penting dalam mempengaruhi pergerakan anak muda. Terlebih, anak-anak muda yang sering fear of missing out (Fomo) atau takut ketinggalan, terhadap sesuatu.

Bagi Rasyid, Fomo dalam membagikan hal-hal positif seperti baca buku di cafe, update judul buku bacaan, hingga review buku di media sosial sangat lazim dilakukan oleh anak-anak muda zaman sekarang.

"Mungkin ada beberapa yang mikir biar kelihatan pinter, intelek lah, tapi menurut saya itu awalan yang bagus. Karena memang untuk memulai kebiasaan biasanya harus dipancing sama hal-hal yang menggiurkan. Barangkali memang setelah itu jadi terbiasa untuk bawa buku ke cafe," tutur dia.

Salah satu anggota Bookclub Semarang, Muhammad Irfan Habibi, mengaku, sangat senang bisa bergabung dengan adanya teman sehobi untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Dirinya menyebut, adanya komunitas penggiat literasi seperti Bookclub Semarang akan dapat membantu Indonesia memiliki calon-calon penerus bangsa yang baik di masa depan.

"Kita jadi tidak merasa sendirian, kita harus mengakui bahwa kata siapa membaca buku itu ditinggalin anak muda zaman sekarang, nyatanya juga masih ada kok, bahkan semakin banyak anak muda yang tertarik untuk gabung ke komunitas buku," ucap Habibi.

Menurut Habibi, terdapat dua masalah besar yang kerap dirasakan anak muda dalam memperjuangkan literasi. Pertama, adanya buku-buku bajakan yang masih tersebar.

Habibi menyebut, membaca buku bajakan yang tersebar secara ilegal sama saja tidak menghargai para penulisnya. Sehingga, Habibi berharap agar tindakan ini bisa dihindari oleh siapa pun.

"Itu menjadi suatu masalah dan perlu kesadaran penuh dari para pembaca. Karena tidak hanya satu dua orang yang punya link drive isinya buku PDF, daripada membaca buku bajakan mending bisa pinjam ke iPusnas," tutur Habibi.

Kedua, imbuh Habibi, tentang menormalisasikan pembaca buku untuk membaca dimanapun, kapanpun, dan jenis apapun buku yang dipilih.

"Mari lazimkan membaca buku dimanapun dan apapun jenis bukunya. Jangan anggap orang yang baca buku bera-berat itu pinter, sedangkan yang baca fiksi itu dasar. Kurasa tidak seperti itu, mau fiksi maupun non fiksi tetap harus sama-sama patut diapresiasi," ucap mahasiswa UIN Walisongo Semarang itu.

Sementara itu, Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dhoni Zustiyantoro, menyebut, tingkat literasi di Kota Semarang cukup menggembirakan.

Hal tersebut bisa dilihat dari eksistensi klub-klub buku maupun perpustakaan yang ada di Kota Lumpia.

"Saya kira kondisi literasi juga didorong olehteman-teman komunitas yang secara mandiri bisa mendorong dan terus menyebarkan virus-virus dalam tanda kutip mengajak semakin banyak orang untuk terus membaca," ungkap Direktur Centre for Literary and Cultural Studies (CLDS) itu.

Kendati demikian, Dhoni menyebut, literasi di Kota Semarang perlu terus ditingkatkan dengan dukungan-dukungan maupun kontribusi dari pemerintah Kota Semarang.

Sehingga adanya dukungan tersebut, diharapkan dapat membantu menaikkan peringkat literasi Indonesia di tingkat dunia.

"Salah satu tolok ukur dari komponennya adalah kemampuan membaca di Indonesia masih tergolong rendah di tingkat dunia. Maka kalau kita melihat dari Kota Semarang masih kurang, tentu saja diperlukan langkah-langkah konkret untuk menggalakkan literasi," pungkas Dhony.

Sumber