Korban TPPO Dimintai Uang Muka Rp 60 Juta, Dijanjikan Kerja di Luar Negeri Bergaji Tinggi
TANGERANG, KOMPAS.com - Para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dimintai uang muka sebesar Rp 40-60 juta per orang dan dijanjikan diberangkatkan ke luar negeri sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) oleh pelaku.
Uang muka tersebut diklaim digunakan untuk mengurus dokumen calon pekerja migran. Padahal, pemberangkatan pekerja migran tersebut ilegal.
“Korban memberikan uang kepada para tersangka untuk menyiapkan paspor, visa, tiket keberangkatan, hingga akomodasi di tempat tujuan,” kata Kasatreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta Kompol Yandri Mono di Kantor Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Kamis (16/1/2025).
Dari total uang yang disetorkan korban, tersangka mendapat keuntungan sebesar Rp 2-8 juta per orang.
"Sisanya digunakan untuk kebutuhan operasional yang dijanjikan kepada korban," kata dia.
Yandri menjelaskan, total ada 25 korban dalam kasus ini. Mereka berasal dari sejumlah daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jakarta.
Para korban merupakan calon PMI baru yang belum pernah bekerja di luar negeri. Mereka direkrut dengan modus bekerja di sejumlah negara seperti Uni Emirat Arab, Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan Oman dengan gaji tinggi.
"Para tersangka menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar, mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 20 juta per bulan," tambah Yandri.
Dalam kasus ini, polisi menangkap tujuh pelaku berinisial R (64), K (33), AT (34), AD (24), LS (43), DSK (54), dan IA (36).
"Ada tujuh orang tersangka yang saat ini dalam proses penyidikan dan ditahan di Polresta Bandara Soekarno-Hatta. Mereka adalah perekrut CPMI dan pihak yang membantu proses keberangkatan secara non prosedural," ujar Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta Kombes Pol Ronald FC Sipayung, Kamis.
Adapun penangkapan bermula saat pihak Polresta Bandara Soekarno-Hatta menerima laporan rencana keberangkatan empat calon pekerja dari Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (7/1/2025).
Namun, saat empat calon pekerja itu diperiksa imigrasi, ditemukan kejanggalan dokumen.
Pihak imigrasi lantas melaporkan kejanggalan itu ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan mengamankan empat CPMI tersebut.
"Setelah didata di kantor BP2MI, mereka dibawa ke Polresta Bandara untuk proses penyelidikan," kata Yandri.
Setelah melakukan penyelidikan terhadap empat korban, polisi akhirnya menangkap tujuh tersangka.
Ketujuh pelaku ditangkap saat hendak memberangkatkan CPMI lainnya di lokasi dan hari yang sama, Selasa (7/1/2025) pukul 17.30 WIB.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim melakukan pengembangan dan kemudian berhasil menangkap tujuh tersangka dan ada sembilan tersangka lainnya yang kemudian masih dalam daftar pencarian orang," kata Yandri.
Atas tindakannya, ketujuh tersangka dijerat Pasal 81, junto Pasal Nomor 9, dan atau Pasal 83, junto Pasal 68, Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.