Kortas Tipidkor Polri Dipastikan Tak Tumpang Tindih dengan KPK dan Kejaksaan

Kortas Tipidkor Polri Dipastikan Tak Tumpang Tindih dengan KPK dan Kejaksaan

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri Irjen Cahyono Wibowo menegaskan bahwa keberadaan Kortas Tipidkor tidak akan tumpang tindih dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan.

Dia bilang, Kortas Tipidkor hadir sebagai pelengkap untuk mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.

Keberadaannya mengedepankan koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain, seperti KPK dan Kejaksaan, sehingga tidak akan ada saling tumpang tindih.

“Implementasinya tidak akan saling tumpang tindih atau overlapping tetapi saling mengisi antara satu dengan yang lainnya,” kata Cahyono dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 di Jakarta, Senin (9/12/2024).

“Ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki formulasi di dalam pemberantasan korupsi yaitu dengan memberikan kewenangan dan dukungan operasional yang hampir setara dengan lembaga APH lainnya yaitu Kejaksaan, Polri, dan KPK,” katanya.

Kortas Tipidkor dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2024, yang merupakan pengembangan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi di Bareskrim Polri.

Dengan fungsi yang diperluas, Kortas kini mengemban tiga tugas utama, yakni pencegahan, penindakan, serta penelusuran dan pengamanan aset.

Menurut Cahyono, perubahan ini adalah respons terhadap tantangan pemberantasan korupsi yang semakin kompleks.

“Dalam tantangan tugas yang ke depan terjadi dinamika yang demikian hebat, cepat, kemudian terjadi perubahan paradigma di dalam pemberantasan korupsi," ucapnya. 

Ia juga menyoroti perjalanan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, mulai dari operasi militer pada 1957 hingga pembentukan Kortas pada 2024.

Menurut dia, Kortas Tipidkor hadir dengan kewenangan dan dukungan operasional yang hampir setara dengan lembaga APH lainnya, tetapi tetap bersifat komplementer.

Cahyono mengakui bahwa tantangan besar masih ada, mengingat skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan di angka 34 pada 2023 dan 2024, jauh di bawah rata-rata global sebesar 43.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan perlunya upaya ekstra untuk memperbaiki penanganan korupsi.

Demikian juga dengan Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) yang meningkat dari 3,82 pada 2022 menjadi 3,92 pada 2023.

“Arti penururan di sini adalah semakin besar skornya semakin besar indeks anti korupsinya,” katanya. 

Dalam menjalankan tugasnya, Kortas Tipidkor mengedepankan pendekatan selektif dan komprehensif, termasuk analisis cost-benefit, efek ekonomi berganda, serta pendekatan multi-pintu dan pemberantasan pencucian uang.

Sumber