KPK: Ahok Diperiksa soal Kerugian Rp 5,45 Triliun dalam Pengadaan LNG di Pertamina
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, penyidik mendalami keterangan dari eks Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait kerugian sebesar 337 juta Dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 5,45 triliun dalam pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.
"Ahok didalami terkait adanya kerugian yang dialami Pertamina di tahun 2020 dengan potensi kerugian USD 337 juta akibat kontrak LNG milik Pertamina," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Jumat (10/1/2025).
Tessa juga mengatakan, penyidik juga mendalami keterangan Ahok terkait adanya permintaan dari Dewan Komisaris (Dekom) kepada direksi untuk enam kontrak LNG di Pertamina.
"Didalami juga permintaan Dekom kepada Direksi untuk mendalami 6 kontrak LNG Pertamina tersebut," ujar dia.
Sebelumnya, KPK memeriksa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai saksi kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) pada Kamis (9/1/2025).
Ahok mengatakan, kehadirannya dalam pemeriksaan hari ini dibutuhkan karena kasus tersebut muncul saat ia masih menjabat sebagai komisaris PT Pertamina.
"Iya, karena kan kita waktu itu yang temukan ya. Kita kirim surat Kementerian BUMN juga waktu itu," kata politikus PDI-P tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
KPK tengah mengembangkan kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.
Pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua pejabat PT Pertamina lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014, Yenni Andayani, dan Direktur Gas PT Pertamina Periode 2012-2014, Hari Karyuliarto.
Adapun eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.
Karen dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Majelis Hakim menilai perbuatan Karen melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Hakim dalam Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Selain itu, tuntutan Jaksa meminta agar Karen didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 Dollar Amerika Serikat.
Selain itu, eks Dirut Pertamina ini diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113.839.186,60 Dollar AS.
Kerugian negara ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan instansi terkait lainnya Nomor 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.