KPK Akan Cek Kejanggalan LHKPN Tom Lembong

KPK Akan Cek Kejanggalan LHKPN Tom Lembong

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengecek kejanggalan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Lembong.

"Informasi ini tentu akan kami segera cek dan tindaklanjuti terkait dengan kepatuhan-kepatuhan tersebut," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (1/11/2024).

Budi juga mengatakan, KPK siap membantu Kejaksaan Agung untuk memberikan data pendukung berupa LHKPN untuk menelusuri aset milik Thomas Lembong.

"Jika memang dibutuhkan informasi ataupun data dari LHKPN untuk mendukung proses hukum tersebut, tentu KPK sangat terbuka untuk memberikan dukungan," ujar dia.

Thomas Lembong melaporkan LHKPN terakhir pada 30 April 2020, saat ia menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Dalam data LHPKN tersebut, ia tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 101,4 miliar. Namun, ia tidak memiliki aset berupa tanah dan bangunan, serta alat transportasi dalam LHKPN tersebut.

Kemudian ia tercatat memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 94,5 miliar, suray berharga sebesar Rp 2 miliar, kas dan setara kas tercatat Rp 4,7 miliar, harta lainnya Rp 101,5 miliar.

Lalu ia memiliki hutang sebesar Rp 86,8 juta. Dengan demikian, harta kekayaannya Rp 101,4 miliar.

Seperti diketahui, Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI kini berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor gula.

Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.

Kejagung menyebutkan, izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.

Kejagung menduga, perbuatan Tom Lembong itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar.

Sumber