KPK Sebut Laporan IPW soal Pemotongan Honor Hakim Agung Belum Masuk Tahap Penyidikan

KPK Sebut Laporan IPW soal Pemotongan Honor Hakim Agung Belum Masuk Tahap Penyidikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, laporan Indonesia Police Watch (IPW) terkait dugaan pemotongan honor penanganan perkara Hakim Agung belum masuk dalam tahap penyidikan.

"Saya hanya bisa menginfokan bahwa belum ada proses di tingkat penyidikan, artinya apakah itu masih penelaahan di Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) ataupun proses pengayaan informasi di penyelidikan, kurang lebih di area dua tempat tersebut," kata Tessa dalam keterangannya, dikutip Minggu (27/10/2024).

Tessa mengatakan, laporan yang disampaikan di Direktorat PLPM biasanya diproses selama 1,5 bulan sejak dilaporkan. Adapun IPW melaporkan perkara tersebut ke KPK pada 2 Oktober 2024 lalu.

"2 Oktober dilaporkan (ke KPK). Oke, standarnya itu kurang lebih 1,5 bulan lah," ujarnya.

"Bisa lebih cepat atau bisa juga diperpanjang bila dalam prosesnya ada keterangan ataupun dokumen-dokumen yang masih diperlukan lagi dari pihak pelapor," sambungnya.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) melaporkan dugaan pemotongan honor penanganan perkara Hakim Agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (2/10/2024).

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, Hakim Agung berhak mendapatkan honor penanganan perkara yang bisa diputus dalam kurun waktu 90 hari.

Hal ini, kata dia, diatur dalam PP Nomor 82 Tahun 2021 tentang Hak Keuangan dan Fasitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.

"Jadi (Honor) penanganan perkara yang diputus maksimal 90 hari, setiap hakim agung mendapatkan. Nah ternyata, dari yang menjadi hak 100 persen untuk majelis dengan tiga majelis, dengan lima majelis, maupun hakim tunggal, itu mereka hakim yang menangani perkara cuman mendapat 60 persen," kata Sugeng di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Sugeng mengatakan, dugaan pemotongan honor penanganan perkara Hakim Agung sebesar 25,95 persen. Ia meminta KPK untuk mengusut perkara tersebut.

"Kemudian ada sekitar 14,05% diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05 persen. Itu kami dapatkan buktinya melalui surat internal dari internal Mahkamah Agung," ujarnya.

"Kami minta hal ini didalami, apakah dalam pemotongan ini ada dugaan tindak pidana korupsi," sambungnya.

Lebih lanjut, Sugeng memperkirakan dugaan pemotongan honor itu diperkirakan mencapai Rp 90 miliar.

"Majelis yang susunan tiga, itu juga nilainya juga berbeda. Jadi beda-beda. Tetapi kalau kami hitung kasar, itungan kasar dua tahun ya, itu sekitar Rp 90 miliar-an, dua tahun," ucap dia.

Sumber