KPK Soroti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyusul tidak masuknya RUU ini dalam daftar usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.
"Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, memperkuat sistem hukum, memulihkan kerugian negara, sekaligus mematuhi standar internasional," kata Tessa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/10/2024).
Tessa menjelaskan, dengan adanya RUU Perampasan Aset, negara dapat menyita hasil kejahatan, termasuk aset-aset yang disembunyikan di luar negeri.
Ia menambahkan, pelaku korupsi sering kali berusaha menyembunyikan atau mentransfer aset mereka agar tidak dapat dijangkau oleh otoritas hukum.
Tessa mengatakan, perampasan aset tanpa menunggu putusan pidana (non-conviction based asset forfeiture) akan menjadi alat yang kuat untuk memulihkan kekayaan negara.
"Alhasil, rampasan tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara sebagai salah satu modal pembangunan nasional. Hal ini akan memberikan dampak langsung terhadap penguatan keuangan negara serta mendukung program-program sosial lainnya," ujarnya.
Tessa juga menekankan, negara-negara dengan undang-undang yang kuat terkait perampasan aset hasil kejahatan cenderung dipandang lebih kredibel dalam hubungan internasional, baik dari segi ekonomi maupun hukum.
"Hal tersebut juga dapat memperkuat hubungan bilateral dan multilateral Indonesia dengan negara-negara yang memiliki kerangka hukum serupa," tuturnya.
Lebih lanjut, Tessa mengungkapkan bahwa penerapan good governance yang konsisten akan menciptakan kualitas layanan publik yang lebih baik, sehingga dampak positifnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Masyarakat selanjutnya akan memberikan feedback positif dalam bentuk citra, persepsi, bahkan dukungan kepada pemerintah, khususnya dalam konteks pemberantasan korupsi," ucapnya.
Sebelumnya, RUU tentang Perampasan Aset tidak masuk dalam daftar usulan RUU yang dibacakan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Senin (28/10/2024).
Rapat tersebut membahas evaluasi periode sebelumnya serta usulan Prolegnas 2025-2029.
Berdasarkan surat dari Komisi III DPR RI per 24 Oktober, hanya ada RUU tentang hukum acara perdata dan RUU tentang hukum perdata internasional yang dicanangkan dalam Prolegnas.
Anggota Baleg dari Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay mengungkapkan, secara politik, RUU ini memang tidak mudah untuk diusulkan.
"Kami sudah membahas itu dan sudah berkomunikasi dengan partai-partai lain. Tetapi kelihatannya di partai-partai lain juga tidak mudah, mereka semua sama seperti kita," ujar Saleh usai rapat Baleg.
"Saya juga menunggu inisiatif dari pemerintah seperti apa. Ini kan inisiatif pemerintah. Jadi jangan semua mata tertuju ke Baleg DPR," sambungnya.
Dengan tidak masuknya RUU Perampasan Aset ke Prolegnas, nasib RUU yang telah diusulkan pemerintah ini kembali tidak jelas.
Padahal, DPR periode lalu sempat beralasan bahwa RUU yang diyakini dapat memiskinkan koruptor itu tidak dapat dikerjakan karena waktu yang terbatas.