KPK Temukan Modus Tambal sulam dalam Kasus Korupsi di LPEI
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus "tambal sulam" dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"Untuk sementara penyidik menemukan modus ’tambal sulam’ dalam hal peminjaman dan pembayaran kredit pembiayaan di LPEI, di mana pinjaman berikutnya untuk menutup pinjaman sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).
Tessa mengatakan, KPK juga menemukan debitur yang berstatus sebagai tersangka, namun, mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya.
"Diduga bahwa Tersangka dari pihak Debitur telah mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya," ujarnya.
Tessa mengatakan, KPK terus mempelajari perkara ini dan sangat memungkinkan menjerat para pihak lainnya yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan patut untuk dimintakan pertanggung jawaban pidananya.
"KPK juga mengingatkan kepada Para Pihak untuk tidak tergiur atas janji-janji yang diberikan dengan mengatasnamakan KPK untuk dapat lepas dari perkara ini," ucap dia.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, status hukum para pelaku ditetapkan sejak 26 Juli 2024 lalu.
“KPK telah menetapkan 7 orang tersangka yang terdiri dari penyelenggara negara dan swasta terkait penyidikan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI,” kata Tessa kepada wartawan, Rabu (31/7/2024).
Namun, Tessa belum menyebutkan identitas tujuh orang tersangka tersebut.
Ia menyatakan, penyidikan masih berlangsung. KPK juga terus memeriksa sejumlah saksi dan menyita berbagai barang bukti.
Tessa menambahkan, ketujuh tersangka sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri.
"Larangan bepergian tersebut berlaku selama enam bulan ke depan,” tutur Tessa.
Dugaan korupsi di LPEI berawal dari aduan dugaan korupsi yang diterima KPK pada 10 Mei 2023 dan telah masuk tahap penyidikan pada 19 Maret 2024.
Dalam kasus ini, KPK menduga negara rugi hingga Rp 3,451 triliun akibat korupsi pemberian kredit ekspor tersebut.
Indikasi kerugian itu timbul dari kucuran kredit ke tiga korporasi yakni, PT PE Rp 800 miliar, PT RII Rp 1,6 triliun, dan PT SMYL Rp 1,051 triliun.