KPPU Jatuhkan Denda Rp 29 Miliar ke Terlapor Kasus Tender di BRIN

KPPU Jatuhkan Denda Rp 29 Miliar ke Terlapor Kasus Tender di BRIN

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan total denda sebesar Rp 29 miliar kepada dua terlapor dalam kasus tender Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Terlapor yang dikenakan denda tersebut terdiri dari PT Buana Prima Raya dan PT Multi Teknindo Infotronika.

Denda tersebut dijatuhkan lantaran kedua terlapor melakukan persekongkolan dalam Pengadaan Cryo-Em, Transmission Electron Microscope (TEM) Room Temperature For Life Science dan TEM For Material Science yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi, BRIN untuk Tahun Anggaran 2022.

Denda yang mendekati 10% dari nilai tender tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilaksanakan Selasa (10/12) 4 di Kantor KPPU Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Rhido Jusmadi didampingi M. Fanshurullah Asa dan Moh. Noor Rofieq sebagai Anggota Majelis Komisi.

"Untuk jelasnya, perkara bernomor 02/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 (Persekongkolan Tender) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Cryo-Em, Transmission Electron Microscope (TEM) Room Temperature For Life Science dan TEM For Material Science pada Satuan Kerja Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tahun Anggaran 2022 ini berasal dari laporan masyarakat. Perkara melibatkan 4 (empat) Terlapor, yakni PT Buana Prima Raya (Terlapor I), PT Multi Teknindo Infotronika (Terlapor II), serta Kelompok Kerja (POKJA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan tersebut sebagai Terlapor III dan Terlapor IV," ungkap Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat KPPU Deswin Nur dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12/2024).

"Proses tender diawali dengan pengumuman tender pada 8 April 2022 dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp 299.700.000.000 (dua ratus sembilan puluh sembilan miliar tujuh ratus juta rupiah). Setelah melalui proses, pada tanggal 13 Mei 2022, ditetapkan Terlapor I sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp298.950.750.000 (dua ratus sembilan puluh delapan miliar sembilan ratus lima puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)," lanjutnya.

Dalam persidangan yang dimulai sejak 20 Mei 2024 tersebut, para terlapor terbukti melakukan berbagai tindakan tidak jujur dan melawan hukum. Tindakan meliputi, kerja sama secara terang-terangan maupun diam-diam dengan melakukan tindakan penyesuaian dalam penyusunan spesifikasi pada dokumen pemilihan, menciptakan persaingan semu terkait proses tender, serta menyetujui atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan untuk memfasilitasi Terlapor I sebagai menjadi pemenang tender.

Selain itu, Tiga Terlapor (Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV) juga terbukti melakukan tindakan menghambat persaingan usaha dengan melakukan klarifikasi terhadap PT Transformasi Sejahtera Indonesia meskipun harga yang ditawarkan masih di atas 80% dari HPS.

Sesuai dengan Peraturan Kepala LKPP No. 12/2021, tindakan Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV termasuk meniadakan persaingan di dalam proses tender. Berbagai fakta dalam persidangan tersebut mengarah kepada dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Berdasarkan fakta dan bukti persidangan, Majelis Komisi akhirnya memutus Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Untuk itu, Majelis Komisi memutuskan PT Buana Prima Raya (Terlapor I) untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan PT Multi Teknindo Infotronika (Terlapor II) sebesar Rp28 miliar yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha. Pembayaran denda tersebut wajib dibayarkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).

Tidak hanya itu, KPPU juga memberi rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat yang berwenang di lingkungan BRIN untuk memberikan pembinaan kepada Kelompok Kerja (Pokja) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan yang merupakan Terlapor III dan Terlapor IV dalam perkara tersebut.

Sumber