KPU Papua Barat Daya Dituding Izinkan Pemilih yang Belum Rekam E-KTP Nyoblos
JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua Barat Daya nomor urut 01, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keputusan KPU terkait penetapan hasil Pilkada Papua Barat 2024.
Kuasa Hukum Abdul-Petrus, Heru Widodo, menjelaskan bahwa pembatalan diperlukan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak termohon membiarkan pemilih yang tidak memenuhi syarat untuk mencoblos di kertas suara.
“Hasil perolehan suara pada Pilkada Provinsi Papua Barat Daya telah dicemari oleh masuknya suara-suara dari pemilih yang tidak berhak memilih karena belum merekam E-KTP,” ujar Heru dalam sidang perkara nomor 276/PHPU.GUB-XXIII/2025, Kamis (16/1/2024).
“Namun, oleh termohon (KPU) difasilitasi untuk mencoblos di TPS-TPS yang tersebar di tiga kabupaten/kota, di Raja Ampat, Kota Sorong, dan Kabupaten Sorong, khususnya Distrik Aimas,” sambungnya.
Di samping itu, kata Heru, proses pelaksanaan Pilkada Papua Barat Daya 2024 juga diwarnai adanya pengerahan aparatur sipil negara (ASN) di level provinsi maupun kabupaten/kota.
Pihak pemohon menuding ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk mengarahkan ASN mendukung pasangan nomor urut 03, Elisa Kambu–Ahmad Nausra.
“Pelaksanaan Pilkada yang diwarnai dengan keterlibatan ASN dan pejabat Sekda Raja Ampat justru mewajibkan ASN berpihak kepada pasangan calon ESA, nama akronim dari pihak terkait,” kata Heru.
Heru menambahkan, terdapat pula diskriminasi politik yang dialamatkan kepada pasangan Abdul-Petrus melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) di tengah tahapan Pilkada Papua Barat Daya.
Ketika itu, lanjut Heru, MRP tiba-tiba mengeluarkan keputusan bahwa pihak pemohon bukanlah orang asli Papua, sehingga tidak memenuhi syarat untuk berkontestasi di Pilkada Papua Barat Daya.
“Keputusan ini menciptakan hambatan besar terhadap hak politik keduanya, yang tentunya bertentangan dengan keberadaan MRP yang diatur dalam UU otonomi khusus,” jelas Heru.
Pihak pemohon pun berharap agar majelis hakim konstitusi mengabulkan seluruh gugatan dan memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di 553 TPS.
Adapun 553 TPS tersebut tersebar di Kabupaten Raja Ampat, Kota Sorong, dan Kabupaten Sorong.
Ratusan TPS itu disebut pemohon sebagai lokasi KPU yang membiarkan pemilih yang tidak memenuhi syarat untuk mencoblos surat suara.
"Dengan terlebih dahulu melakukan pemutakhiran daftar pemilih dengan mencoret nama-nama yang belum merekam E-KTP pada DPT di seluruh TPS se-Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, dan Kota Sorong,” kata Kuasa Hukum Pemohon, Kariadi, saat membacakan petitum.