Kuasa Hukum Hasto: Baru Kali Ini KPK Terbitkan Empat Sprindik dalam Satu Perkara
JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, Patra M Zein, mengungkapkan adanya anomali dalam penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Patra, ini adalah kali pertama sejak KPK didirikan pada 27 Desember 2002, lembaga tersebut menerbitkan hingga empat surat perintah penyidikan (sprindik) untuk menjerat Hasto.
"Kami mau sampaikan adalah sejak Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri 27 Desember 2002, saya ulang, sejak 27 Desember 2002, baru kali ini KPK menerbitkan bukan dua, bukan tiga, tapi empat sprindik dalam satu perkara," kata Patra, dalam jumpa pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (9/1/2025).
"Baru kali ini, lebih dari 22 tahun di KPK berdiri," sambung dia.
Patra menduga bahwa banyaknya sprindik menunjukkan bahwa para penyidik KPK tidak bulat dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka.
"(Seluruh penyidik) Tidak akan bersepakat, masih ada tentu penyidik yang masih baik untuk diri KPK," ujar dia.
Ia menyebut, dalam menangani perkara tersebut, KPK mengeluarkan anggaran lebih banyak dari nilai dugaan suap kasusnya.
"Ironisnya, dugaan uang suap dalam kasus ini hanya ratusan juta, tetapi biaya penyelidikan bisa mencapai 10 kali lipat," ujar dia.
Patra merinci bahwa sprindik pertama diterbitkan pada 9 Januari 2020, sprindik kedua pada 5 Mei 2023, dan sprindik ketiga serta keempat pada 23 Desember 2023.
"Jika kita tarik, sejak penetapan tersangka Harun Masiku Januari 2020, masyarakat dapat mempertanyakan berapa banyak anggaran yang telah digunakan oleh KPK, termasuk untuk operasi pencarian Harun Masiku, baik di dalam maupun luar negeri," lanjutnya.
Patra menilai, penetapan tersangka terhadap Hasto terkesan dipaksakan.
"Kalau saja Pak Hasto bukan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, saya kira masyarakat sepakat tidak akan sampai begini. Maka dugaan kriminalisasi, dugaan pemaksaan, dan dugaan order valid tidak bisa kita larang," ujar dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam pengadilan sudah dinyatakan bahwa uang suap untuk pergantian antar waktu (PAW) adalah milik Harun Masiku, sehingga penyidik seharusnya sudah menghentikan penyelidikan.
Patra juga menekankan perlunya evaluasi terhadap KPK.
"Saya berharap masih ada penyidik-penyidik KPK yang baik. Karena kita tahu bahwa drama ini begitu berjilid-jilid, termasuk membawa flashdisk dan buku sampai tas koper. Dan baru pertama kali juga, tidak ada yang bisa dibawa saat penggeledahan," pungkas dia.