KY Pantau 74 Perkara Sidang Tindak Pidana Pemilu, Ini Hasilnya

KY Pantau 74 Perkara Sidang Tindak Pidana Pemilu, Ini Hasilnya

Komisi Yudisial (KY) telah memantau 74 perkara sidang tindak pidana pemilu 2024. Sejauh ini, KY tak menemukan unsur pelanggaran yang dilakukan oleh hakim.

"Memang tidak kita temukan adanya pelanggaran hakim. Pasti hakim sudah tahu karena ada surat sebelumnya kan akan dipantau," kata Anggota KY sekaligus Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito saat menggelar konferensi pers Hasil Pemantauan Sidang Tindak Pidana Pemilu di Hotel Akmani Sabang, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/11/2024).

Adapun, 74 perkara tersebut merupakan hasil pemantauan sidang periode Januari hingga Oktober 2024 dari 23 Provinsi dan 52 Pengadilan Negeri. Joko menyebut terdapat 809 permohonan pemantauan yang diajukan kepada KY.

"KY telah melaksanakan 74 pemantauan persidangan tindak pidana pemilu di tahun 2024 pada bulan Januari sampai Oktober 2024 yang tersebut di 23 provinsi dan di 52 pengadilan negeri," jelasnya.

Permohonan pemantauan tersebut terdiri dari 551 permohonan yang diajukan oleh masyarakat. Selain itu, KY melakukan pemantauan inisiatif.

"Kalau terkait jumlah yang 551 itu permohonan dari masyarakat untuk diajukan ke Komisi Yudisial untuk dipantau. Kemudian KY juga melakukan inisiatif untuk melakukan pemantauan jumlahnya berarti ada 257," kata Joko.

Meski begitu, Joko mengatakan tak semua permohonan diproses. Sebab, kata dia, pihaknya memiliki keterbatasan SDM hingga anggaran.

"Cuma sayangnya, ya, artinya SDM termasuk anggaran dana sebagainya itu kan terbatas. Sehingga tidak semua yang diajukan untuk dipantau kepada Komisi Yudisial itu tidak semuanya pasti bisa kita pantau," ujarnya.

Joko menjelaskan permohonan yang dipantau oleh KY harus memenuhi syarat antara lain adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim serta mendapatkan perhatian publik.

"Permohonan itu kan tadi ada syaratnya ya, ada yang bisa kita pantau itu memenuhi syarat apa tidak," ungkap Joko.

"Yang pertama ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim dan itu tidak hanya dicantumkan di dalam permohonan kalau itu ada dugaan, tetapi dugaan itu harus rinci apa yang dilakukan oleh para terlapor itu apa harus terinci. Yang kedua misalnya diharapkan menurut pemohon itu harus ada mendapat perhatian publik," sambungnya.

Sementara, Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin menyoroti minimnya peran masyarakat sipil dalam melakukan pemantauan pemilu.

"Jadi kita masih punya keadaan di mana peradilan sistem dan lembaga peradilan pidana kita tuh masih buruk sehingga teman-teman masyarakat sipil di pemilu-an itu kalau mau mengadvokasi bidang ini itu terlalu berat," ungkap Usep.

Perludem juga membeberkan temuannya selama pemilu 2024. Salah satunya soal syarat keterwakilan perempuan 30%.

"Ada temuan-temuan soal dalil 30% keterwakilan perempuan yang ternyata konsisten yang untuk patuh terhadap hierarki peraturan perundang-undangan, untuk menyimpulkan bahwa KPU telah salah gitu membuat peraturan KPU yang membolehkan partai peserta pemilu itu tidak mencalonkan perempuan minimal 30%," ungkap Usep.

"DKPP juga menyimpulkan KPU telah melanggar kode etik karena membuat peraturan yang bertentangan sama undang-undang pemilu," imbuhnya.

Tonton juga Video Ketua KY Pemilu di Negara Kita Salah Satu yang Terbesar & Kompleks

[Gambas Video 20detik]

Sumber