Lagu Lama ASN dan Pilkada: Mengapa Netralitas Penting dan Apa Sanksi bagi Pelanggar?
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) gencar melakukan berbagai upaya menjaga netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menekankan pentingnya posisi netral ASN dalam memastikan demokrasi yang adil dan transparan.
Demi memastikan hal ini, Kemendagri bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komite ASN, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerbitkan Surat Edaran Bersama, yang disahkan pada 22 September 2024.
Surat edaran ini berisi instruksi pada semua ASN agar menghindari segala bentuk keterlibatan politik.
Melalui aturan tersebut, ASN dilarang memberikan dukungan pada kandidat legislatif atau partai politik dalam kapasitas apa pun.
Sosialisasi aturan ini juga dilakukan secara daring, melalui Zoom meeting yang melibatkan semua kepala daerah.
“Kami sudah lakukan upaya-upaya, mulai dari Zoom meeting dengan kepala daerah, penjabat kepala daerah, hingga pejabat lain. Dalam pertemuan tersebut, kami menekankan pentingnya menjaga posisi netral, terutama bagi para penjabat kepala daerah dan ASN,” kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Sosialisasi tentang aturan netralitas menjadi prioritas Kemendagri karena pelanggaran tetap terjadi, meski peringatan sudah berulang kali diberikan.
Data terbaru Bawaslu mengungkapkan adanya 307 ASN yang menerima sanksi akibat pelanggaran netralitas.
Bentuk pelanggaran paling umum meliputi dukungan pada calon anggota legislatif serta keterlibatan langsung dalam kegiatan partai politik.
Kemendagri berharap sosialisasi melalui Zoom meeting dan surat edaran mampu meningkatkan pemahaman ASN atas pentingnya netralitas dalam proses demokrasi. Arahan tersebut melibatkan semua pejabat dari level tertinggi di daerah hingga tingkat kelurahan dan desa.
Meskipun upaya sosialisasi terus dilakukan, tantangan terbesar datang dari dua provinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Wakil Mendagri Bima Arya menyebut kedua wilayah ini memiliki persoalan tersendiri terkait netralitas ASN, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024.
“Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memang dua daerah yang ada dinamika tersendiri berdasarkan aduan yang masuk terkait dengan netralitas ASN, termasuk juga kepala desa," kata Bima Arya dalam rapat bersama Komisi II DPR.
Situasi ini mendorong Kemendagri memperkuat kolaborasi dengan Bawaslu dalam pengawasan netralitas ASN, terutama di daerah-daerah rawan.
Pengawasan lebih intensif dilakukan melalui inspeksi lapangan rutin, yang melibatkan tim pengawas dari kedua lembaga.
Kemendagri tidak hanya berhenti pada sosialisasi, tetapi juga berkomitmen memberikan sanksi bagi ASN yang terbukti tidak netral.
Tito Karnavian menyebut proses penegakan sanksi dilakukan secara tegas. Bentuk sanksi yang dijatuhkan beragam, mulai dari peringatan hingga pemberhentian sementara atau bahkan pemecatan, tergantung pada tingkat pelanggaran.
Bima Arya menambahkan, pihaknya telah membuat mekanisme bersama dengan Bawaslu guna memastikan setiap pelanggaran netralitas ASN diproses sesuai aturan yang berlaku.
ASN yang terlibat dalam aktivitas kampanye atau dukungan politik dengan memanfaatkan fasilitas negara berisiko menghadapi sanksi serius.
"Tingkatan sanksi bisa diberlakukan mulai dari peringatan teguran, pemberhentian sementara, sampai pemberhentian secara tetap apabila memenuhi pembuktian," ujar Bima Arya.
Jelang Pilkada Serentak 2024, Komisi II DPR bersama Kemendagri meningkatkan persiapan demi memastikan setiap ASN mampu menjaga netralitasnya.
Komisi II DPR akan konsisten memanggil penjabat kepala daerah guna mengevaluasi kesiapan Pilkada.
Kemendagri dan Bawaslu pun merancang rencana pengawasan tambahan bagi daerah-daerah yang memiliki dinamika politik lebih kompleks.