Lara Pegawai Toko Roti di Cakung, Dianiaya Anak Bos hingga Alami Kepala Bocor dan Belum Terima Gaji
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepedihan yang mendalam begitu dirasakan oleh D (19), pegawai toko roti di daerah Cakung, Jakarta Timur.
Pasalnya, D menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh anak bos di tempatnya bekerja, yakni GSH.
Kejadian ini viral usai video rekaman penganiayaan yang dilakukan GSH kepada D tersebar di media sosial.
D mengatakan, peristiwa penganiayaan yang dilakukan GSH terhadap dirinya terjadi di tempat kerjanya pada Kamis (17/10/2024) lalu sekitar pukul 21.00 WIB.
Peristiwa bermula ketika dirinya yang tengah bekerja diminta oleh GSH untuk membawakan makanan yang dipesan pelaku secara online ke kamarnya.
Namun, D menolak permintaan GSH karena ia merasa pelaku menyuruhnya dengan kalimat tidak sopan.
"Mungkin karena kesal saya tolak dia marah. Dia melempar saya pakai (pajangan) patung, terus melempar mesin EDC, melempar kursi," kata D di Jakarta Timur, Jumat (13/12/2024), dilansir dari TribunJakarta.com.
Saat GSH mengamuk dan menganiaya D, para pegawai yang lain hanya bisa diam dan memilih mendokumentasikan kejadian sebagai barang bukti.
Dalam rekaman video yang viral, tampak jelas GSH melemparkan kursi dan mesin EDC untuk pembayaran ke arah D.
Saat itu, pegawai lainnya hanya bisa menangis ketakutan. Sementara itu, orangtua dari GSH menarik D ke luar toko untuk menyelamatkannya.
Orangtua GSH juga sempat menyarankan D untuk melaporkan kasus penganiayaan yang dialaminya ke pihak kepolisian.
"Saya sempat ditarik sama bos saya untuk keluar, katanya laporin saja ke polisi. Tapi karena handphone sama tas saya masih di dalam akhirnya saya balik lagi (ke toko) untuk mengambil," ujar D.
Namun, saat kembali masuk ke toko, GSH kembali melemparkan sejumlah benda ke tubuh D sehingga korban melarikan diri ke bagian dapur.
Pelaku terus melemparkan barang-barang di sekitarnya, termasuk loyang untuk membuat kue ke arah kepala D. Lemparan loyang itu mengenai kepala D hingga menyebabkan luka terbuka.
"Waktu itu saya belum sadar kalau kepala berdarah, hanya memegangi kepala saja. Kalau luka yang sampai berdarah hanya di kepala, tapi kalau memar banyak. Di tangan, kaki, paha, pinggang," tuturnya.
Usai kejadian, D sempat dibawa orangtua GSH ke klinik terdekat untuk mendapat penanganan medis.
D sempat disarankan untuk mendapat penanganan medis dengan menjahit bagian yang terluka, tetapi ia menolak karena merasa takut dan syok akibat kejadian.
Usai mendapat penanganan medis awal, D didampingi sejumlah pegawai rekan kerjanya untuk melaporkan tindakan GSH ke Polsek Cakung.
Namun, oleh petugas Polsek Cakung, diarahkan membuat laporan penganiayaan dialami ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.
"Laporan diterima di Polres Jakarta Timur. Setelah laporan saya diantar untuk visum di RS Polri Kramat Jati. Barang bukti yang saya serahkan ke kepolisian baju saya yang ada ceceran darah," kata D.
Laporan D diterima dengan sangkaan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Kasie Humas Polres Metro Jakarta Timur Lina Yuliana mengatakan, kasus penganiayaan yang menimpa D sudah pada tahap penyidikan.
Polisi melakukan gelar perkara dan ditemukan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.
"Sudah sidik ya hari Sabtu. Sudah naik," kata Lina saat dihubungi, Minggu (15/12/2024).
Sementara itu, empat orang saksi telah diperiksa dalam kasus ini. Empat orang saksi itu adalah GSH, orangtua GSH, D, dan teman D.
"Kami sudah memeriksa empat saksi termasuk terlapor serta mengumpulkan bukti-bukti," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur AKBP Armunanto Hutahean saat dikonfirmasi, Minggu.
D mengaku bahwa sebelumnya ia juga pernah dilempari barang oleh GSH sebelum kejadian terakhir yang viral di media sosial.
Saat itu, GSH meminta D mengirim foto roti yang sudah tidak layak dijual pada 2024.
"Iya pernah dilempar tempat solasi kena kaki saya dan meja, tapi pas dilemparin meja, enggak kena saya, dihalangin teman saya juga di situ," kata D saat dihubungi Kompas.com, Minggu.
Tindakan yang dilakukan GSH pada saat itu tidak membuat D mengalami luka serius, hanya memar di kaki.
Setelah itu, GSH mencaci maki D dan pegawai lainnya. Oleh GSH, D disebut orang yang miskin sehingga proses hukum tidak akan membantunya.
"Bilang saya, ‘miskin, babu’ terus dia juga bilang, ‘orang miskin kayak lu mana bisa laporin gua ke polisi, gua ini kebal hukum’, gitu," tambah D.
D yang mengalami luka memar kemudian membuat perjanjian dengan adik GSH. D dan pegawai lain yang sebelumnya kerap kali dimintai mengantar makanan ke kamar GSH pada akhirnya tidak perlu lagi melakukan hal tersebut.
Namun, D diminta tidak pergi dari pekerjaannya sebagai penjaga toko roti. D pun menyetujuinya.
Akan tetapi, GSH melanggar perjanjian tersebut pada Kamis (17/10/2024).
Usai mendapatkan penganiayaan dari GSH, D memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Namun, D mengaku sampai saat ini ia tak kunjung mendapatkan gaji terakhirnya.
"Gaji saya juga belum keluar. Gaji bulan Oktober belum dibayar," kata D.
D mengaku tidak mengetahui alasan gajinya belum dibayar oleh pihak toko tempatnya bekerja dulu.
D mengatakan, dirinya sempat diminta datang ke toko oleh bosnya untuk mengambil gaji yang menjadi haknya. Akan tetapi, D enggan datang karena takut terhadap GSH.
"Gaji saya enggak dikasih, disuruh transfer enggak mau. Malah saya disuruh datang ke toko. Saya enggak mau dateng karena takut ada anaknya (GSH) di toko," kata D.
D mengatakan, bukan hanya dia yang belum mendapatkan gajinya pasca mengundurkan diri dari toko tersebut. Dia mengatakan, ada tiga orang lainnya yang juga belum mendapatkan haknya dari toko tersebut.
(Penulis Bima Putra (TribunJakarta.com) I Putu Gede Rama Pramahamsa | Editor Nur Indah Farrah Audina (TribunJakarta.com), Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Dani Prabowo)