Lawan Radikalisme Digital, BNPT Perkuat Kolaborasi Pentahelix
KOMPAS.com - Dalam era teknologi yang berkembang pesat, ancaman radikalisasi tidak lagi hanya terjadi di dunia fisik, tetapi juga di ranah digital.
Menyadari potensi bahaya tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengedepankan strategi kolaboratif atau pentahelix.
Strategi tersebut melibatkan sinergi antara lima elemen utama, yakni pemerintah, masyarakat, media, akademisi, tokoh agama, dan pengusaha, dalam menghadapi ancaman radikalisme, khususnya di ruang digital.
Direktur Deradikalisasi BNPT Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi (Pol) Ahmad Nurwakhid menekankan bahwa media sosial dan gadget yang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi ekstrem.
"Handphone atau gadget kita itu tanpa batas, borderless. Media sosial dan perangkat digital lainnya sangat potensial digunakan oleh kelompok radikal terorisme untuk menyebarkan ideologi ekstrem dan meradikalisasi masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (15/11/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad dalam talkshow di TVRI, Kamis (14/11/2024).
DOK. Humas BNPT Direktur Deradikalisasi BNPT Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi (Pol) Ahmad Nurwakhid dalam talkshow di TVRI, Kamis (14/11/2024).
Pada kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya memperkuat strategi pentahelix dalam melawan radikalisasi, terutama di dunia digital.
Pasalnya, kelompok radikal menggunakan saluran digital seperti media sosial untuk menyebarkan ideologi ekstrem yang dapat mengancam keamanan nasional.
"Radikalisme yang menunggangi agama sering kali memanfaatkan penceramah agama sebagai pintu masuk infiltrasi ideologi. Namun, para penceramah ini juga bisa menjadi pintu keluar jika mereka menyampaikan pesan yang moderat, menyejukkan, dan mempersatukan," jelasnya.
Ahmad kembali menegaskan bahwa kolaborasi pentahelix antara pemerintah, masyarakat, media, akademisi, tokoh agama, dan pengusaha merupakan kunci untuk menangkal infiltrasi ideologi radikal.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Kiai Haji Imam Pituduh (Gus Imam) menekankan pentingnya menjaga kedaulatan digital untuk mencegah penyebaran narasi kebencian.
"Ormas-ormas Islam harus berperan aktif dalam menjaga kedaulatan digital, karena ideologi kebencian sering kali diinfiltrasi melalui kanal digital," ujarnya.
Gus Imam juga memperingatkan bahwa radikalisasi online dapat memiliki dampak besar meskipun awalnya tampak kecil.
"Ledakannya mungkin kecil, tapi dampaknya bisa sangat besar. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap ancaman ini sangat krusial," katanya.
"Kalau kemudian ada pembiaran secara terstruktur dan ketidakwaspadaan dari kita, maka inilah yang akan menjadi faktor penghancur utama. Ini yang disebut sebagai low explosive and high impact. Artinya, ledakannya kecil tapi dampaknya besar. Itu yang harus diwaspadai," sambung Gus Imam.