Lebih dari 70 Orang Ditangkap saat Aksi Pro-Palestina di London
Ribuan orang berkumpul, dan lebih dari 70 orang ditangkap dalam aksi unjuk rasa pro-Palestina di pusat kota London. Unjuk rasa itu digelar menjelang dimulainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Dilansir AFP, aksi tersebut digelar Sabtu (18/1), mayoritas ditahan karena dicurigai melanggar batas yang diizinkan untuk protes di dekat gedung-gedung pemerintahan utama di pusat kota London.
Gencatan senjata, yang mulai berlaku Minggu (19/1) pagi. Akan ada pembebasan sandera Israel yang ditahan oleh Hamas dan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel. Selain itu, penarikan pasukan Israel dari daerah padat penduduk di Gaza, dan peningkatan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah yang dilanda perang. "Kami sangat ingin bersikap optimis" tentang gencatan senjata, kata Sophie Mason kepada AFP.
"Jadi, kami harus turun ke jalan untuk memastikan gencatan senjata tetap berlaku," kata pria berusia 50 tahun itu, yang rutin mengikuti demonstrasi pro-Palestina di ibu kota Inggris.
Penangkapan terhadap lebih dari 70 orang dalam demonstrasi itu merupakan jumlah terbesar sejak unjuk rasa Pro-Palestina dimulai di London pada Oktober 2023, menurut kepolisian Metropolitan.
Demonstrasi itu ditetapkan sebagai unjuk rasa statis di Whitehall, lokasi kantor-kantor utama pemerintah Inggris, setelah polisi menolak rute yang awalnya diusulkan oleh penyelenggara – yang menurut kepolisian Metropolitan akan berada di sekitar sinagoge.
Namun, polisi mengatakan ada "upaya terkoordinasi" oleh Kampanye Solidaritas Palestina (PSC) untuk melanggar ketentuan, setelah beberapa pengunjuk rasa menjauh dari Whitehall dan menuju Trafalgar Square.
"Ini adalah jumlah penangkapan tertinggi yang pernah kami lihat, sebagai respons terhadap eskalasi kriminalitas yang paling signifikan," kata komandan polisi Adam Slonecki dalam sebuah pernyataan.
"Investigasi sekarang sedang berlangsung dan kami akan melakukan segala upaya untuk mengajukan tuntutan terhadap mereka yang kami identifikasi."
PSC sebelumnya menyebut pembatasan kepolisian sebagai "represif".