Legalitas Bahan Emas yang Dicap Merek Antam Secara Ilegal Tak Jelas

Legalitas Bahan Emas yang Dicap Merek Antam Secara Ilegal Tak Jelas

JAKARTA, KOMPAS.com - Asal usul emas batangan yang dilebur dan dicap dengan logo merek “LM” (Logam Mulia) hingga sertifikat London Bullion Market Association (LBMA) PT Antam Tbk secara ilegal disebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mengatakan, cap merek Antam ilegal itu didapatkan pengusaha yang menjadi pelanggan jasa lebur cap atau jasa pemurnian emas.

Dalam kerja sama itu, para pelanggan yang merupakan pengusaha menggunakan jasa Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam.

“Para pelanggan hanya diminta untuk menunjukkan identitas diri berupa KTP dan Tim LBMA UBPP Logam Mulia sehingga asal usul perolehan bahan baku emas milik para pelanggan non-kontrak karya tersebut tidak diketahui legalitasnya,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/1/2025).

Jaksa mengatakan, jasa pemurnian dilakukan dengan melebur emas rongsokan (scrap atau lantakan) dari para pelanggan.

Emas itu dicetak dalam gramasi sesuai permintaan, seperti 0,5 gram, 1 gram, 2 gram, 5 gram, 10 gram, 25 gram, 50 gram, 100 gram, dan lainnya.

Jaksa menyebutkan, emas yang dicap dengan logo “LM” milik PT Antam memiliki kadar 99,99 persen, nomor seri, dan sertifikat LBMA.

Sertifikat ini merupakan salah satu dokumen penting karena menjamin bahwa produk emas itu tidak didapatkan secara ilegal, bukan dari tambang ilegal, pencucian uang, pelanggaran HAM, hingga pendanaan terorisme.

PT Antam meraih sertifikat ini pada 1999 silam.

“Logam mulia yang telah disertifikasi LBMA menjamin dan mengakui atas kepastian berat dan ketepatan kadar kemurnian produk emas Antam Logam Mulia yang memiliki kadar kemurnian 99,99 persen sehingga memiliki nilai tinggi di pasar internasional,” tutur dia.

Namun, dalam praktiknya, pihak UBPP LM PT Antam memberikan cap, nomor seri, hingga sertifikat LBMA tidak sesuai prosedur.

UBPP LM PT Antam, misalnya, tidak mengidentifikasi pengusaha atau pelanggan yang melebur dan memurnikan emas.

Mereka juga tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk menilai suatu aset (due diligence) para pelanggannya.

“Sehingga tidak diketahui asal usul perolehan dan legalitas emas tersebut,” tutur jaksa.

Dalam perkara ini, jaksa menyebut tujuh mantan pejabat UBPP LM PT Antam terlibat korupsi cap merek ilegal.

Mereka adalah Vice President UBPP LM periode 5 September 2008 sampai 31 Januari 2011, Tutik Kustiningsih;

Vice President UBPP LM periode 1 Februari 2011 sampai 28 Februari 2013, Herman.

Kemudian, Vice President, Business Unit Head, atau General Manager UBPP Logam Mulia periode 1 Maret 2013 sampai 14 Mei 2013, Tri Hartono.

Senior Executive Vice President Logam Mulia Business Unit Head (UBPP LM), dan General Manager (SVP) UBPP LM Antam, Abdul Hadi Aviciena, periode 1 Agustus 2017 sampai 5 Maret 2019.

Lalu, General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 6 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020 dan General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 1 Januari 2021 sampai 30 April 2022, Iwan Dahlan.

Sementara, pihak swasta yang menikmati cap merek LM PT Antam ilegal itu adalah Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, James Tamponawas, Djudju Tanuwidjaja, Ho Kioen Tjay, Gluria Asih Rahayu, dan pelanggan pemurnian lainnya.

Perbuatan para terdakwa disebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 3.308.079.265.127,04.

Karena perbuatannya, Tutik dan pejabat UBPP LM PT Antam lainnya serta Lindawati dan pelanggan lainnya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Total, terdapat 13 terdakwa dalam perkara ini. Namun, persidangan terdakwa mantan pejabat Antam dan pihak swasta itu digelar secara terpisah.

Sumber