Legislator Gerindra Tuding Dolfie PDIP Provokasi Rakyat soal PPN 12%
Wakil Ketua Banggar DPR RI, Wihadi Wiyanto, buka suara terkait pernyataan politikus PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit yang menyebut pemerintah bisa menyesuaikan bahkan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Wihadi menilai Dolfie sedang menghasut masyarakat.
Anggota Komisi XI DPR ini awalnya menegaskan pemerintah tidak bisa secara tiba-tiba menurunkan tarif PPN sebesar 12%. Dia mengatakan hal itu telah diatur dalam Undang-Undang Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Terkait yang disampaikan oleh Dolfie, bahwa sebagai Ketua Panja dia tidak memahami UU ini, terlihat bahwa pada saat membaca Pasal 7 ayat 3 tapi tidak membacanya di ayat 4 secara tuntas," kata Wihadi kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).
Wihadi mengatakan dalam Pasal 7 ayat 4 UU HPP dijelaskan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) untuk menentukan asumsi PPN dengan rentang tarif 5 sampai 15 persen bisa dibuat atas dasar persetujuan DPR pada tahap pembahasan RAPN.
Legislator dari Fraksi Gerindra ini mengatakan ketentuan itu membuat pemerintah tidak bisa serta merta memotong tarif PPN. Saat ini APBN untuk tahun anggaran 2025 telah disepakati oleh pemerintah dan DPR periode 2019-2024.
"Di ayat 4 nya kalau kita baca itu adalah Peraturan Pemerintah yang bisa dibuat oleh pemerintah dengan persetujuan DPR adalah untuk menentukan asumsi penerimaan dari pajaknya dengan rentang 5 sampai 15 persen makanya di sini dikatakan bahwa PP itu bisa disetujui DPR dan pemerintah untuk pembuatan rancangan APBN bukan langsung dipotongkan begitu saja," kata Wihadi.
Wihadi menyatakan pernyataan Dolfie sebagai kebohongan publik. Dia menilai jika Dolfie berniat memprovokasi rakyat seakan-akan pemerintah tidak berpihak pada rakyat padahal UU HPP merupakan produk dari PDIP saat menjadi partai penguasa.
"Jadi ini bentuk provokator dari pada kondisi saat ini sehingga masyarakat bergerak menuntut pembatalan PPN ini," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menjawab pernyataan Waketum Partai Gerindra Rahayu Saraswati yang menilai ada andil PDIP dalam pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%. Dolfie mengatakan mulanya UU HPP merupakan inisiatif pemerintah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021. Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP," kata Dolfie sekaligus Ketua Panja RUU tersebut kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).
Dolfie menyebutkan saat itu sebanyak 8 fraksi di DPR RI kecuali PKS menyetujui RUU HPP menjadi undang-undang. Ia mengatakan RUU itu diketok pada 7 Oktober 2021.
"Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP; Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI (Komisi XI); disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021; 8 Fraksi (Fraksi PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, NasDem, Fraksi PKB, F Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP) menyetujui UU HPP kecuali fraksi PKS," kata Dolfie.
"UU HPP, bentuknya adalah Omnibus Law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon," tambahnya.
Ia mengatakan pemerintah dapat mengusulkan kenaikan atau penurunan dari tarif PPN tersebut. Adapun rentang perubahan tarif itu berada di angka 5-12 persen.
"Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12% (sebelumnya adalah 11%). Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5% sampai dengan 15% (bisa menurunkan maupun menaikkan); Sesuai UU HPP, Pasal 7 ayat (3), Pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan Persetujuan DPR," katanya.
Dolfie menyebutkan pertimbangan kenaikan atau penurunan tarif PPN bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Ia mengatakan pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN (naik atau turun).
Adapun Dolfie memberikan masukan kepada pemerintah Prabowo Subianto jika tetap menaikkan PPN sebesar 12%. Ia mengatakan kenaikan itu mesti dibarengi dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.
"Apabila Pemerintahan Presiden Prabowo tetap menggunakan tarif PPN 12%, maka hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah; kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik," tambahnya.