Lelah Warga Muara Angke Hadapi Banjir Rob, Giant Sea Wall Jadi Harapan
JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir rob yang melanda Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, telah berlangsung tanpa henti selama empat hari, meninggalkan kesedihan dan kelelahan di hati warganya.
Kenaikan debit air yang terus meningkat menambah beban bagi mereka yang sudah terbiasa dengan tantangan hidup di daerah pesisir.
Banjir rob ini menyebabkan aktivitas warga terganggu.
Mereka yang rumahnya terendam kesulitan untuk pergi bekerja, berdagang, bahkan bersekolah.
Ditambah lagi, barang-barang elektronik mereka juga rusak akibat terendam air.
Dalam pengamatan Kompas.com, debit air rob di Muara Angke menunjukkan ketinggian yang bervariasi, antara 25 hingga 110 sentimeter.
Keadaan ini menyulitkan warga untuk menjalani rutinitas sehari-hari.
Selain itu, air rob yang menggenang tidak hanya berasal dari laut, tetapi telah tercampur dengan air selokan dan sampah, menjadikannya keruh dan beraroma tidak sedap.
Di tengah kesulitan tersebut, perahu karet menjadi sarana transportasi vital bagi warga Muara Angke untuk mengatasi banjir rob.
Perahu-perahu tersebut merupakan bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Utara.
Warga yang menaiki perahu ini didorong oleh petugas PPSU dan relawan.
Tidak hanya warga setempat, wisatawan juga memanfaatkan perahu ini untuk mengakses Pelabuhan Muara Angke Kali Adem.
Debit air yang besar membuat banjir rob di Muara Angke tak kunjung surut bahkan hingga malam hari.
Pengamatan Kompas.com menunjukkan bahwa hingga pukul 18.00 WIB, ketinggian air di Pasar Muara Angke masih mencapai 80 sentimeter.
Meski demikian, para pedagang tetap berjualan dan pembeli tetap berdatangan, baik dengan berjalan kaki maupun menggunakan becak.
Dua pompa yang seharusnya berfungsi untuk mengatasi banjir rob diduga tidak beroperasi dengan baik.
Hal ini terungkap saat Anggota DPRD Komisi C Dapil 3, Agung Tri Waluyo, melakukan tinjauan.
"Pompa ini kita lihat, ada dua pompa yang mati dan satu pompa utama," jelas Tri saat diwawancarai.
Menurutnya, tidak berfungsinya pompa tersebut adalah penyebab lambatnya penyurutan air yang terjadi.
Tri menilai kelalaian Dinas Sumber Daya Air (SDA) dalam menangani banjir rob ini sangat jelas.
"Artinya, kemarin puncaknya rob bisa diatasi, sementara sekarang genangan air lebih tinggi. Ini menunjukkan ada kelalaian dari pihak-pihak SDA," tegasnya.
Dia berharap Dinas SDA lebih siaga menghadapi fenomena banjir yang diprediksi akan terus berlanjut hingga 20 Desember mendatang.
Harapan Terhadap Giant Sea Wall
Pembangunan Giant Sea Wall menjadi satu-satunya harapan bagi warga Muara Angke untuk terbebas dari masalah banjir rob.
"Ya, harapan kita satu-satunya ada fondasi di pinggir laut. Kalau ditanggul enggak mungkin bisa banjir," kata Karyan (60) dengan penuh harapan.
Dia meyakini bahwa dengan adanya fondasi, air tidak akan langsung masuk ke permukiman saat pasang.
Senada dengan Karyan, Aryati (40) juga berharap agar pembangunan tanggul laut ditingkatkan.
"Harapannya, ya, tanggul-tanggul ditinggiin lagi," ujarnya.
Namun, ia juga memahami bahwa banjir rob adalah fenomena alam yang sulit diprediksi.
Sebagai upaya tambahan, Aryati bahkan telah membangun bendungan dari batako, tetapi sayangnya, usahanya tidak berhasil menahan debit air yang begitu besar.
Warga Muara Angke kini menunggu harapan dan solusi yang nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah banjir rob yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.