Likuiditas dan Dinamika Global Bayangi Perbankan, Ada Perang Bunga Tahun Depan?
Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan potensi perang bunga bank di tengah dinamika perekonomian global pada tahun depan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengakui bahwa dinamika tersebut, yang mencakup pengetatan kondisi likuiditas bank dan tren suku bunga acuan yang tinggi, menjadi tantangan tersendiri bagi industri perbankan.
“Secara prinsip OJK mendukung mekanisme pasar dalam menentukan suku bunga, tetapi dengan tetap memperhatikan transparansi tingkat suku bunga, stabilitas sektor keuangan dan perilaku kompetitif yang sehat di antara pelaku perbankan,” katanya dalam jawaban tertulis Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, dikutip pada Jumat (27/12/2024).
Sebagai antisipasi, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap suku bunga bank melalui pemantauan informasi suku bunga yang dipublikasikan dan diimplementasikan kepada masyarakat.
Menurut Dian, dalam kondisi yang relatif normal, kebijakan yang mendorong mekanisme pasar lebih baik diterapkan. Dia mencontohkan penerbitan Peraturan OJK (POJK) No. 13/2024 tentang Transparansi dan Publikasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang membuat pengumuman SBDK lebih mendetail.
“Penguatan ke arah transparansi dan publikasi ini diharapkan akan mendorong persaingan antarbank, menciptakan efisiensi penetapan SBDK dan mendukung implementasi suku bunga yang lebih optimal untuk pembiayaan perekonomian di Indonesia,” jelasnya.
Ketika ditanya apakah OJK akan memberlakukan batas atas alias capping suku bunga deposito berdasarkan kelompok permodalan bank, Dian mengatakan bahwa kebijakan itu diberlakukan secara khusus jika ditemukan masalah likuiditas pada sistem perbankan, dorongan penyaluran kredit, atau perlindungan konsumen pada segmen tertentu.
“Capping maksimal bunga deposito berdasarkan KBMI yang pernah dilakukan merupakan bagian dari supervisory action pada periode dan kriteria bank tertentu untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, terutama dalam kondisi pasar yang mengalami tekanan signifikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, kalangan bankir memperkirakan penawaran suku bunga tinggi akan tetap terjadi di industri perbankan pada 2025.
Presiden Direktur PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) Anton Hermawan mengatakan bahwa penghimpunan simpanan nasabah alias dana pihak ketiga (DPK) bank saat ini sedang menghadapi tantangan dari segi likuiditas.
Dia pun memperkirakan bank-bank lain akan menerapkan bunga tinggi demi mengatasi situasi serupa. “Mungkin kita bisa expect bank-bank lain akan menaikkan juga interest rate itu. Nanti kita akan coba lihat,” katanya dalam diskusi media terbatas di Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).
Sementara itu, Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) Indra Utoyo menjelaskan bahwa insentif bunga tinggi masih diandalkan untuk mendorong pertumbuhan pada tahun depan, selain melalui pengembangan produk yang tepat bagi keperluan nasabah.
“Saya rasa [bunga tinggi] masih menjadi salah satu cara kami untuk bisa tumbuh pada 2025, dikombinasikan juga dengan benefit-benefit lainnya,” katanya.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada November 2024 masing-masing sebesar 4,71% dan 9,22%.
“Likuiditas yang memadai serta efisiensi perbankan dalam pembentukan harga yang makin baik dengan transparansi SBDK, berdampak positif pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (18/12/2024).
Berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar oleh BI, suku bunga simpanan cenderung turun pada November 2024. Suku bunga simpanan berjangka pada tenor 1 bulan, 12 bulan dan 24 bulan masing-masing sebesar 4,73%, 5,74% dan 4,28%. Jumlah itu turun dibandingkan masing-masing sebesar 4,75%, 5,92% dan 4,29% pada Oktober 2024.
Di sisi lain, suku bunga simpanan tenor 3 bulan relatif stabil pada level 5,53%. Suku bunga tenor 6 bulan pada November 2024 tercatat sebesar 5,68%, naik dibandingkan 5,58% pada bulan sebelumnya.