LPEM UI: Banyak Alternatif Tambah Penerimaan Negara, Bukan PPN 12%
Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat/LPEM UI menilai pemerintah memiliki alternatif untuk menambah penerimaan negara, bukan dengan memberlakukan PPN 12%.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat meski PPN dianggap sebagai instrumen yang relatif lebih mudah untuk meningkatkan penerimaan, tetapi efisiensi PPN sering terhambat dengan jumlah pekerja informal.
"Ketika proporsi tenaga kerja informal dalam perekonomian meningkat, rasio PPN terhadap PDB cenderung menurun," ujarnya, dikutip pada Rabu (25/12/2024).
Di mana prevalensi pekerjaan informal semakin menghambat kinerja PPN, yang menyoroti korelasi negatif antara proporsi pekerja informal dan rasio penerimaan dari PPN terhadap PDB.
Untuk itu, LPEM UI melihat pemerintah perlu menurunkan tingkat infromalitas. Pasalnya, banyaknya aktivitas informal mempersempit basis pajak dan menambah beban pajak bagi kelompok usaha formal.
Riefky memandang salah satu caranya yakni dengan memberi insentif atau kemudahan agar pelaku usaha informal mau beralih ke sektor formal. Mulai dari menyederhanakan aturan pajak dan mempermudah proses pendaftaran usaha. Selain itu, juga mensosialisasikan manfaat mendaftarkan usaha secara resmi.
Alternatif kedua, pemerintah dapat mengeksplorasi potensi penerimaan pajak dari ekonomi digital. Seperti pajak kripto pada perdagangan mata uang kripto, pajak fintech pada bunga pinjaman, dan pajak pada transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadan Pemerintah (SIPP).
Ketiga, mendorong keterbukaan perdagangan internasional dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan, mengurangi hambatan perdagangan, serta mempermudah transaksi perdagangan internasional.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Qibthiyyah & Arrachman (2018), menunjukkan bahwa semakin tinggi volume perdagangan internasional, baik impor maupun ekspor, semakin besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan penerimaan PPN.
Melalui kebijakan tersebut juga dapat mendukung e-commerce untuk mempermudah perdagangan lintas batas serta membantu UMKM dalam ekspor.
Terakhir, perbaikan administrasi perpajakan menjadi salah satu cara dalam meningkatkan penerimaan pajak.
Hal tersebut nyatanya sejalan dengan kajian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyebutkan bahwa melalui perbaikan administrasi pajak atau tax administration, dapat mengerek pendapatan hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB).
Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya tambahan pendapatan negara dapat mencapai Rp208,924 triliun.
Meski demikian, pemerintah terpantau keukeuh terhadap implementasi PPN 12% yang menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)—yang sejatinya dapat direvisi atau dibatalkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).