MA Jelaskan Lagi soal Aturan Pertimbangan Sopan di Putusan Hakim

MA Jelaskan Lagi soal Aturan Pertimbangan Sopan di Putusan Hakim

Masalah ‘sopan’ yang sering disebut hakim dalam suatu putusan pengadilan kembali dikomentari Mahkamah Agung (MA). Kali ini, MA menegaskan bahwa bahan pertimbangan ‘sopan’ atau yang sering disebut hal meringankan dan memberatkan terdakwa itu ada di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Awalnya, juru bicara MA, Yanto, mengatakan masih ada yang keliru dalam menuliskan komentar MA tentang sikap sopan. Yanto kemudian mengatakan bahwa komentarnya tentang hal memberatkan dan meringankan itu diatur dalam KUHAP, dan bukan berasal dari asumsinya.

"Selalu saya luruskan itu bukan pendapat saya, melainkan ketentuan hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf f KUHAP yang mewajibkan majelis hakim mempertimbangkan dalam putusannya tentang keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa," ujar Yanto dalam jumpa pers, Rabu (15/1/2025).

Yanto mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 juga disebut hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hal ini juga sebagai salah satu acuan hakim dalam membuat hal memberatkan dan meringankan.

"Serta melihat sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa sebagaimana diwajibkan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga hakim melaksanakan ketentuan norma," jelasnya.

Untuk diketahui, kalimat ‘sopan’ dalam putusan hakim disorot ketika terdakwa korupsi Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara. Salah satu hal meringankan dalam outusan itu, Harvey disebut bersikap sopan selama di persidangan.

Sebelumnya, MA telah buka suara soal perilaku ‘sopan’ yang menjadi pertimbangan meringankan hakim dalam memutus suatu perkara. Menurut juru bicara MA, Yanto, keadaan yang meringankan dan yang memberatkan terdakwa diatur di dalam KUHAP.

Hal itu disampaikan Yanto dalam konferensi pers di MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Menurut Yanto, selain pertimbangan umum, hakim memiliki pertimbangan khusus yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan suatu perkara.

"Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan. Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum," kata Yanto saat itu.

"Tapi kadang-kadang ada pertimbangan secara khusus, ada juga gitu, misalnya yang meringankan itu kan sopan, mengakui belum pernah dihukum, kan begitu," imbuh Yanto.

Yanto mencontohkan pertimbangan khusus yang diberikan oleh hakim, seperti halnya pelaku kecelakaan lalu lintas yang siap untuk menyekolahkan korban. Menurutnya pertimbangan tersebut bisa diberikan oleh hakim saat memutus perkara.

"Tapi kadang ada pertimbangan yang secara khusus, yang bisa lebih meringankan lagi, misalnya saja, tatkala terjadi kecelakaan, ini misalnya ya, kecelakaan, terus kemudian ternyata cacat kakinya, terus itu pelaku ternyata sanggup menyekolahkan sampai kuliah, itu kan ada pertimbangan khusus di luar pertimbangan umum gitu," katanya.

Menurut Yanto, pemberian pertimbangan yang dapat meringankan seorang terdakwa diatur di dalam undang-undang. Dia mengatakan, apabila pertimbangan tersebut tidak ingin diterapkan oleh hakim, perlu perubahan dalam undang-undang.

"Nah kalau mau dihapus, wong undang-undang seperti itu, ya lagi-lagi kalau mau dihapus ya diubah dulu, ya seperti itu," pungkasnya.

Simak Video MA Soal Sikap Sopan Bisa Ringankan Vonis Wong UU-nya Seperti Itu

[Gambas Video 20detik]

Sumber