Malam Mencekam Saat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki...

Malam Mencekam Saat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki...

KOMPAS.com - Sebanyak 10 orang meninggal dunia akibat dampak letusan Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara 63 warga masih dirawat karena luka-luka.

Pemerintah Kabupaten Flores Timur juga sudah menetapkan status tanggap darurat bencana alam erupsi gunung api Lewotobi Laki-Laki di Kecamatan Wulanggutang, Kabupaten Flores Timur.

Status tersebut berlaku mulai tanggal 4 November sampai dengan 31 Desember 2024.

Sementara itu, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki dinaikkan dari level III (SIAGA) menjadi level IV (AWAS), terhitung mulai tanggal 3 November 2024 pukul 24.00 Wita.

Selain korban jiwa, rumah warga dan sejumlah bangunan fasilitas umum rusak parah.

Antonius Kebang Liwi, warga Desa Boru, Kecamatan Wulanggutang, menceritakan kejadian eruspi tersebut.

“Malam tepat jam 12 malam diawali dengan hujan, kilat, guntur, setelah itu berhenti sejenak. Kemudian terjadi bunyi gemuruh seperti kayak bom begitu,”cerita Antonius, Senin (4/11/2024).

Ketika terjadi bunyi tersebut, ia bersama dengan keluarganya mempersiapkan diri untuk mengungsi.

"Kita selamatkan kartu keluarga, dokumen keluarga itu, bersama anak dan istri, dengan keluarga lain kita berusaha untuk selamatkan diri,” ujar Antonius.

Saat bau belerang cukup kuat sehingga ia dan keluarganya mengenakan masker. Saat berdiri di depan rumah, mereka panik karena hujan turun disertai batu. Ia pun mengajak keluarganya kembali masuk ke dalam rumah.

Setelah hujan batu selesai, ia bersama keluarganya keluar untuk mengecek kondisi sekitar. Antonius kemudian mulai menyelamatkan anak-anaknya terlebih dahulu.

Ia membonceng anak-anaknya menggunakan motor menuju lokasi yang aman, kemudian menghubungi keluarganya yang berada di Desa Hikong, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka untuk menjemputnya dan keluarga.

Saat ini, Antonius dan keluarganya yang berjumlah 8 orang telah mengungsi di rumah keluarga yang berada di Desa Hikong.

"Saat mengungsi yang dibawa saya dan keluarga hanyalah dokumen penting dan juga baju,”ungkapnya.

Antonius menyampaikan kebutuhannya saat ini dan keluarga adalah bahan pokok, obat-obatan, dan masker.

“Kita di sini sangat membutuhkan makanan, tikar, masker, dan obat-obatan,”imbuhnya.

Sementara itu, kondisi rumahnya rusak seperti seng yang bolong akibat hujan batu.

“Rumah dalam kondisi rusak. Mudah-mudahan pemerintah bisa peduli dengan kondisi rumah yang rusak seperti memberikan terpal. Sehingga saya bisa menutup bagian yang bolong dan menyelamatkan barang-barang yang ada di dalam rumah,”ujarnya.

Salah satu korban meninggal adalah pemimpin komunitas SSpS Hokeng, Suster Nikolin Padjo.

Pemimpin Biara Asrama Putra St Arnoldus Yansen di Boru, Suster Marieta, menceritakan bahwa para suster dan anak asrama dievakuasi saat tengah malam.

Total ada 70 anak asrama binaan biara dan puluhan suster yang sebagian lansia yang dievakuasi.

"Sekitar 70 anak asrama putra-putri, 4 suster lansia, 13 suster postulan diungsikan. Sebagian sudah dijemput orang tua sebagian masih menunggu jemputan," ucapnya.

Namun, Suster Nikolin tak tertolong karena batu menghalangi pintu saat evakusi dilakukan.

"Saat evakuasi batu menghalangi pintu sehingga suster tidak dapat tertolong," ungkapnya.

"Kami tidak sangka akan terjadi karena beberapa hari inikan intensitas erupsi menurun sehingga kamipun pikir aman-aman saja, tau-taunya tadi malam dia meletus," tambah dia.

Ia mengatakan, saat evakuasi, mereka hanya mmembawa pakaian seadanya, sementara sebagian barang lainnya ditinggal.

Saat mereka dievakuasi, hujan abu ataupun batu serta pijaran api berjatuhan dan banyak yang menghantam rumah, pepohonan sepanjang jalan.

Selain itu, beberapa titik apik berkobar serta teriakan histeris warga beriringan dengan bunyi letusan serta hujan batu.

Para suster dan asrama dievakuasi menggunakan mobil yang dibawa dari Kewapante.

"Semua kita tanggung dari sini (Kewapante), sejauh ini memang belum ada yang membantu, kita berusaha selamatkan anak-anak hingga menunggu orangtua mereka jemput," tuturnya.

Suster Marieta mengatakan, untuk sementara asrama putra dan putri di Boru dikosongkan. Selain itu, para suster juga akan pindah ke tempat lain, salah satunya di Kewapante karena bangunan biara dan asrama yang hancur luluh lantak.

Kejadian itu juga berimbas pada aktivitas belajar mengajar siswa dan guru SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng.

"KBM untuk saat ini dihentikan," kata Sr Marieta.

Selain itu, ia mengatakan, para anak Seminari San Dominggo Hokeng juga dievakuasi.

"Mereka juga dievakuasi mengingat jumlahnya banyak, para pastor pasti kewalahan, hanya semoga semua aman," ungkapnya

Sementara itu, Kasat Lantas Polres Flores Timur Iptu Agus Heriawan mengimbau semua warga di daratan Flores mulai dari Ende, Sikka, dan Flores Timur, serta Lembata untuk menunda perjalanan ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Iptu Agus mengatakan, akibat erupsi tersebut, banyak jalan yang rusak dan pohon tumbang.

“Jadi tadi malam kejadian erupsi gunung sekitar jam 12.00 sampai 01.00 Wita dampaknya untuk jalan, maka diimbau kepada masyarakat, baik masyarakat Kabupaten Flores Timur maupun masyarakat Kabupaten Sikka, Maumere, Ende, dan seluruh daratan Flores," ujarnya.

"Apabila perjalanan akan menuju ke Kabupaten Flores Timur atau di Laratuka, maupun dari Larantuka yang mau menuju ke Maumere maupun ke Ende, agar mengevalusi perjalanan, karena jalan di Hokeng banyak pohon tumbang, banyak lumpur-lumpur, erupsi yang mengakibatkan jalanan rusak,” tambah dia.

Apabila terpaksa melakukan perjalanan maka warga bisa menggunakan jalur pantai utara.

“Jadi mohon apabila ada kepentingan ditunda dulu. Mau ke Maumere, baik dari Maumere maupun ke Larantuka, ditunda dulu untuk sementara. Apabila memaksakan mungkin bisa lewat jalur pantura, lewat jalur utara,” imbuhnya.

Total ada 14 desa yang terkena dampak erupsi, yaitu di Kecamatan Wulanggitang ada enam desa yakni Desa Pululera, Nawokote, Hokeng Jaya, Klatanlo, Boru, dan Boru Kedang.

Kecamatan Ile Bura ada empat desa, yakni Dulipali, Nobo, Nurabelen dan Riang Rita. Kemudian, di Kecamatan Titehena ada empat desa, yakni Konga, Kobasoma, Bokang Wolomatang, dan Watowara.

Sementara itu, korban jiwa yang terkena dampak ada 2.734 KK atau 10.295 jiwa terdampak, dengan rincian Kecamatan Wulanggitang 2.527 KK / 9.479 jiwa terdampak dan Ile Bura 207 KK/ 816 Jiwa terdampak.

"Arahan khusus dari Pj Gubernur, kita terus pantau. Siaga dalam rangka, kita naikkan status dari siaga darurat ke tanggap darurat," kata Kepala BPBD NTT Cornelis Wadu, Senin (4/11/2024).

Sumber