Malam Seru Berburu Durian di Desa Tanjung Kabupaten Kampar, Riau

Malam Seru Berburu Durian di Desa Tanjung Kabupaten Kampar, Riau

PEKANBARU, KOMPAS.com - Desa Tanjung, yang terletak di Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil buah durian terbaik di Indonesia.

Sekitar 113 kilometer dari Kota Pekanbaru, desa ini kini sedang memasuki musim buah durian yang dinantikan banyak orang.

Berbagai jenis durian tumbuh subur di sini, seperti durian terong, durian jantung, durian periuk, durian tembaga, dan durian kunyit.

Dari semua jenis durian ini, durian tembaga dianggap sebagai yang paling lezat, meskipun hanya terdapat beberapa batang di desa tersebut.

Pada Sabtu malam, 4 Januari 2025, Kompas.com melakukan perjalanan ke Desa Tanjung untuk berburu durian.

Target pencarian kali ini adalah malam hari, di mana lebih banyak durian jatuh dibandingkan siang hari.

Salah satu kebun durian yang kami tuju adalah milik Pak Usman (63), yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumah kami.

Untuk mencapai kebun, kami harus menyeberangi Sungai Kampar.

Meskipun biasanya menggunakan rakit, kali ini kami terpaksa menggunakan sampan kecil milik Pak Usman karena air sungai sedang tinggi.

Sesampainya di kebun, kami disambut dengan suara durian yang jatuh.

Pak Usman memiliki sembilan batang durian, namun hanya dua di antaranya yang berbuah dan sudah matang.

Istrinya tidak ikut menemani menunggu durian jatuh di malam hari.

"Di bawah pondok sudah bertumpuk durian yang jatuh hari ini. Nanti akan saya bawa pulang untuk dijual," ungkap Pak Usman saat kami tiba.

Sore menjelang malam, Pak Usman pergi mencari ikan untuk makan malam, memperlihatkan keahliannya dalam memancing menggunakan pukat dengan sampannya.

Setelah malam tiba, kami membuat api unggun dekat pondok.

Tak lama setelah itu, durian jenis terong jatuh.

"Durian ini sangat enak ketika baru jatuh langsung dibuka," kata Usman sambil mengupas durian dengan parang tajam.

Buah durian terong yang kecil-kecil dan berisi kuning serta kering itu ternyata sangat lezat dan nikmat, mendekati rasa durian musang king.

"Durian yang ini banyak peminatnya, karena enak," tutur Usman.

Meskipun menunggu durian jatuh dapat membuat rasa mengantuk menyerang, Pak Usman tetap setia menunggu.

Selama dua jam berikutnya, suasana kebun menjadi sunyi, dan tak ada durian yang jatuh lagi.

Pak Usman menjelaskan bahwa tradisi menunggu durian jatuh telah ada sejak lama, namun kini mulai jarang dilakukan.

Banyak orang yang lebih memilih untuk memanen durian yang masih muda dan menjualnya kepada para pedagang.

"Kalau dulu kami di sini ramai menunggu durian jatuh. Namun sekarang, banyak yang mengambil durian sebelum matang. Kami masih mempertahankan tradisi ini karena durian yang jatuh lebih enak," jelasnya.

Ketika cuaca mendung dan angin kencang berhembus, tiba-tiba banyak durian jatuh.

Dalam sekejap, kami berhasil mengumpulkan 20 buah durian, meski beberapa di antaranya rusak atau busuk.

Durian yang bagus dibawa pulang oleh Pak Usman, sementara durian yang tidak layak ditinggalkan untuk dimakan.

Pak Usman tidak hanya menikmati buah durian, tetapi juga menjualnya untuk menghidupi keluarganya.

Selama musim durian, dia dan keluarganya dapat menghasilkan uang yang cukup.

"Kami jual eceran. Harganya bervariasi antara Rp 15-30 ribu. Alhamdulillah, selama satu bulan musim durian ini, kami bisa mendapatkan sekitar Rp 2-4 juta," ungkap pria yang memiliki lima anak ini.

Namun, penghasilan seperti itu hanya didapatkan sekali setahun.

Setelah musim durian berakhir, Pak Usman kembali menjadi nelayan, mencari ikan di Sungai Kampar.

"Saya hanya seorang nelayan. Kadang dapat ikan, kadang tidak. Tapi saya tetap bersyukur," tuturnya dengan penuh rasa syukur.

Meskipun memiliki beberapa perlengkapan memancing, kondisi sampan kecilnya cukup memprihatinkan.

Dengan sampan yang bocor dan sudah lapuk, Pak Usman berharap bisa segera membeli perahu mesin yang lebih aman.

"Kalau ada pompong kan lebih aman cari ikan," harapnya.

Pengalaman berburu durian di malam hari di Desa Tanjung, bukan hanya soal mencari buah manis, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi yang berharga dan kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga serta komunitas.

Sumber