Mardiono Sebut Syarat Caketum PPP Harus Pernah Jabat 1 Tingkat di Bawah Ketua Umum
JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhamad Mardiono menyampaikan, hanya kader yang pernah menduduki jabatan satu tingkat di bawah ketua umum yang bisa maju sebagai sebagai calon ketua umum PPP.
Syarat itu secara jelas tertulis dalam AD/ART PPP yang berlaku saat ini.
“Yang bisa disebut satu tingkat (di bawah ketua umum) adalah wakil ketua, ketua wilayah, pengurus DPP, pengurus harian, itu bisa,” ujar Mardiono setelah Mukernas II PPP di Mercure Hotel, Ancol, Jakarta, Sabtu (14/12/2024) malam.
Selain itu, perubahan AD/ART bakal dilakukan di Muktamar X PPP yang rencananya berlangsung akhir April atau awal Mei 2025.
Maka dari itu, ketentuan untuk mencalonkan diri sebagai calon ketua umum PPP di Muktamar X bakal berpedoman pada AD/ART yang berlaku saat ini.
“Jadi, dalam pelaksanaan muktamar besok, ya tentu mengacu kepada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang existing sekarang,” sebut dia.
Di sisi lain, Mardiono juga menuturkan tak mungkin PPP bakal dipimpin oleh pihak yang belum pernah menjadi kader.
Pasalnya, kader yang sudah berpuluh-puluh tahun terdaftar saja belum tentu memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum. Apalagi, figur yang tak terdaftar.
“Kan juga tidak mungkin ya, kalau orang yang belum tahu tentang PPP, tetapi akan memimpin PPP, kira-kira rasional atau tidak?” tuturnya.
“Saya belum pernah ada lihat partai-partai politik lama atau yang eksis saat ini kemudian tiba-tiba dipimpin orang lain,” imbuh dia.
Sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Rommy mengungkapkan empat nama yang berpotensi menjadi calon ketua PPP.
Salah satunya adalah mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Meski begitu, Sandiaga saat ini hanya berstatus sebagai kader biasa dan tak duduk di struktur kepemimpinan PPP.
Dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 lalu, Sandiaga didapuk menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP.
Badan itu lantas dibubarkan setelah pileg selesai dan PPP dinyatakan tak memenuhi jumlah suara untuk lolos ke DPR RI.