Masyarakat Kecil Main Judi Online Marak, Pemberantasan Dinilai Makin Sulit
JAKARTA, KOMPAS.com – Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono, menyoroti kesulitan memberantas judi daring (online) akibat tingginya keterlibatan masyarakat berpenghasilan rendah dalam praktik itu.
"Sulit diberantas dan menyedihkan. Bisa dilihat dia marah-marah, frustrasi, mengumpat, tapi tetap deposit. 80 persen masyarakat berpenghasilan rendah, mengenaskan," kata Danang dalam diskusi publik bertema "Korupsi dan Kejahatan Siber Membedah Skema Penipuan dan Judi Daring" yang disiarkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara daring, seperti dilansir dari Antara, Minggu (15/12/2024).
Data PPATK mencatat peningkatan signifikan pada uang jaminan judi online. Pada 2023, total deposit mencapai Rp34 triliun. Hingga kuartal III 2024, jumlah tersebut naik menjadi Rp43 triliun.
"Bisa dibayangkan 10 atau 20 persen dipakai untuk operasional, sisanya berapa? Rp 30 triliun lebih?" ujar Danang.
Selain kecanduan judi, penggunaan mata uang kripto oleh sindikat memperumit pemberantasan. Kripto, kata Danang, kerap digunakan untuk menyamarkan transaksi ilegal.
"Jadi, kripto ini bukan untuk trading tetapi memfasilitasi transaksi yang sebagiannya adalah transaksi dari tindak pidana termasuk judi daring. Jumlah uang triliunan itu kami prediksi dialihkan ke kripto," ucap Danang.
Ia menegaskan pemberantasan judi online memerlukan kerja sama seluruh pihak, bukan hanya pemerintah. Teknologi kripto dan ketergantungan masyarakat membuat masalah ini semakin kompleks.