Menanti Cairnya Tukin Dosen ASN, Berkas Perhitungan Sudah di Kemenkeu...

Menanti Cairnya Tukin Dosen ASN, Berkas Perhitungan Sudah di Kemenkeu...

JAKARTA, KOMPAS.com - Tunjangan kinerja (tukin) Dosen Aparatur Negeri Sipil (ASN) yang tertunggak selama lima tahun mulai menemukan titik terang.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengungkapkan, saat ini berkas terkait dengan perhitungan tukin Dosen ASN sudah berada di meja Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

Menurut dia, sejauh ini perhitungan yang diajukan oleh pihaknya telah disetujui oleh Menkeu. Adapun salah satu syarat pencairan tukin harus melewati persetujuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Prinsipnya, Kemenkeu telah menyetujui perhitungan kami, dan mudah-mudahan dalam waktu dekat Menkeu bisa memberikan persetujuan final,” kata Satryo di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Satryo juga mengatakan bahwa stakeholder terkait cukup rutin dalam membahas terkait dengan pencairan tukin ini dalam beberapa bulan terakhir. Sehingga disepakati perhitungan nilai tukin yang diserahkan ke Kemenkeu dan kini tinggal menunggu persetujuan.

“Soal tukin ini sudah melalui pembahasan antar-kementerian yang cukup intensif dan detail," ujarnya.

Satryo mengungkapkan, perjuangan tukin ASN yang sangat lama dikarenakan adanya perubahan nomenklatur atau perubahan nama kementerian yang berdampak pada perubahan anggaran dasar.

Satryo menjelaskan bahwa persoalan tukin dosen bermula dari perubahan postur pendapatan ASN setelah Undang-Undang ASN diterbitkan pada 2015.

“Untuk tenaga administrasi di kementerian dan lembaga negara, pendapatan mereka terdiri dari gaji pokok dan tukin," kata Satryo.

"Namun, untuk dosen ASN, pendapatannya terdiri dari gaji pokok, tunjangan fungsional, dan tunjangan profesi. Tukin sebenarnya tidak diakomodasi karena kinerja dosen diukur dengan cara berbeda,” ujarnya lagi.

Sejak Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen diterbitkan pada 2005, proses sertifikasi dosen belum selesai sepenuhnya, terutama bagi dosen muda yang belum memenuhi syarat sertifikasi.

“Bagi mereka yang sudah memiliki sertifikasi dosen, tunjangan profesi diberikan. Tapi bagi yang belum, tidak ada tunjangan, dan inilah yang menjadi masalah,” katanya.

Menurut Satryo, dosen yang belum memiliki sertifikasi dosen telah mengajukan tuntutan agar mereka mendapatkan tukin sebagai pengganti tunjangan profesi.

Namun, proses pengesahan tukin ini memakan waktu lama karena diperumit oleh perubahan struktur nomenklatur kementerian, dari Kemenristekdikti ke Kemendikbudristek, hingga kini menjadi Kemendiktisaintek.

"Ini proses panjang, dari 2015 tahu-tahu Kementerian berubah dari Kemenristekdikti berubah menjadi Kemdikbutristek dan berubah lagi menjadi Diktisaintek," ujar Satryo.

Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin mengatakan, tidak dibayarkannya tukin ASN Dosen lantaran perubahan nomenklatur.

"Khusus soal tukin ini karena ada perubahan kebijakan," kata Hetifah, Kamis.

Sebelumnya, sudah ada satu aturan dan untuk mengakui dengan penting terkait hak-hak setiap orang untuk dipenuhi.

"Nah kalau kita memiliki prioritas tentu prioritas itu harus dibuktikan melalui alokasi anggarannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Hetifah mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera memanggil Mendiktisaintek dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP).

“Kita memang ada rencana raker, ya. Tapi tidak hanya membicarakan satu hal, termasuk usulan penyelesaian masalah tukin,” kata Hetifah.

Hetifah menegaskan bahwa penyelesaian persoalan Tukin telah dikomunikasikan dengan Kemenkeu. Namun, kepastian alokasi anggaran masih melalui prosedur yang harus disepakati bersama.

“Belum ada keputusan resmi dari Kemenkeu. Kita masih menunggu prosedur formal, seperti tambahan anggaran apa saja dan berapa besarannya. Yang jelas, dari Komisi X sudah disetujui untuk diusulkan,” ujarnya.

Dalam pembahasan sebelumnya, Hetifah menyebutkan bahwa usulan anggaran tambahan untuk Mendiktisaintek mencapai Rp 10 triliun.

Anggaran tersebut mencakup keseluruhan kebutuhan Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), bukan hanya untuk tukin.

“Tukin memang menjadi salah satu sorotan utama. Tapi kalau detailnya, saya harus cek lagi. Kita juga harus melihat berapa anggaran yang diajukan untuk tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Hetifah.

Saat ditanya mengenai penyelesaian hak Tukin yang tertunggak selama lima tahun, Hetifah mengaku, belum dapat memastikan. Dia berharap anggaran tambahan bisa mencakup minimal satu tahun atau bertahap hingga 2025.

“Kalau memungkinkan, kita sangat berharap ada penyelesaian untuk 2025. Ini kan menunjukkan niat baik pemerintah memberikan kesejahteraan yang dibutuhkan. Sama halnya seperti percepatan sertifikasi guru, yang juga menjadi prioritas kami,” katanya.

Menurut Hetifah, Komisi X DPR telah meminta sejak tahun lalu agar pembayaran terkait Tukin dapat direalisasikan di awal 2025. Namun, hingga saat ini masih belum ada kepastian.

“Kami sudah meminta sejak awal, tapi ternyata belum terwujud. Harapannya, siklus anggaran ini bisa lebih cepat diputuskan agar kepentingan ini segera dicairkan,” ujar Hetifah.

Sumber