Menanti Produk Kebijakan Publik Kabinet Kemriyek

Menanti Produk Kebijakan Publik Kabinet Kemriyek

Kabinet Merah Putih (KMP) sudah terbentuk sesaat setelah pelantikan pasangan ke-8 Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia minggu lalu. Di luar dugaan, susunan KMP berikut perangkatnya melebihi 100 orang, makanya KMP saya sebut sebagai Kabinet ‘Kemriyek’ (hiruk pikuk). Bisa dibayangkan saat Sidang Kabinet atau kesehariannya, jagad maya akan diramaikan dengan celotehan netizen yang kadang tidak bermutu tetapi bisa mengganggu kinerja KMP.

Seperti kita ketahui KMP terdiri dari 53 Menteri dan 56 Wakil Menteri. Belum lagi perangkat kabinet lainnya yang setingkat menteri, misalnya Penasihat Khusus Presiden (7 orang) yang diangkat menggunakan Kepres N. 140/P Tahun 2024, lalu ada Utusan Khusus Presiden (7 orang) berdasarkan Kepres No. 76/M Tahun 2024, kemudian ada Staf Khusus (1 orang) berdasarkan Kepres No. 75/M Tahun 2024. Lalu, ada Dewan Ekonomi Nasional yang diketuai oleh Luhut Pandjaitan. Semua penugasan tersebut, masing-masing diatur melalui Kepres. Tentunya imbalannya juga setara menteri. Kita belum tahu besarannya; kita tunggu saja Kepres lain yang akan segera keluar.

Bisa dibayangkan betapa Presiden akan mengeluarkan ekstra strategi dan upaya untuk mengompakkan kabinet dan perangkat Presiden lainnya di Kabinet Kemriyek ini. Belum juga berjalan, beberapa anggota KMP sudah berulah melanggar peraturan dan tata kelola birokrasi. Bagaimana mungkin acara keluarga menggunakan surat undangan berlogo resmi kementerian dan lambang Burung Garuda; bagaimana mungkin seorang anggota KMP ngotot soal penetapan dan penyaluran APBN secara suka suka dengan jumlah fantastis; dan, banyak lagi pernyataan anggota KMP yang berceloteh di media dan jagad maya.

Kalau terus terjadi, betapa pusingnya seorang komandan (Presiden) menggembalakan anggota KMP. Jika kita lihat sebagian besar anggota KMP bukan birokrat yang paham tata kelola birokrasi yang unik di sistem pemerintahan. Seorang cum lauders di pendidikan formal belum tentu paham birokrasi dan tata kelola negara. Belum lagi penempatan pembantu presiden yang kurang pas dengan kemampuan dan latar belakangnya. Keberadaan wakil menteri dan dewan-dewan lainnya pasti akan mengacaukan pekerjaan para ASN di Kementerian/Lembaga (K/L) dan, yang saya khawatirkan, akan muncul "pengambekan" nasional yang berdampak buruk pada pelayanan publik.

Harapan Publik

KMP sudah secara resmi bertugas setelah muncul Peraturan Presiden (Perpres) No. 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara dalam Kabinet Merah Putih Periode 2024 - 2029. Dengan Perpres tersebut publik berharap semua perangkat KMP taat kepada sistem birokrasi yang ada supaya terhindar dari munculnya kebijakan yang tumpeng tindih sebagai akibat besarnya kabinet. Sementara, untuk posisi Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden dituangkan dalam Perpres No. 137 Tahun 2024.

Semoga dengan adanya beberapa Perpres dan Kepres di atas, tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang pada akhirnya memusingkan Presiden. Namun meskipun KMP belum beroperasi penuh, keganjilan-keganjilan sudah mulai tampak. Publik berharap Presiden Prabowo tegas memperingatkan dan menindak para pembantunya jika tidak bisa bekerja sama, apalagi setelah digembleng di Lembah Tidar.

Yang saya khawatirkan, akan banyak keputusan pemerintah yang dihasilkan oleh kekusutan kewenangan antara anggota KMP dengan para Penasihat Presiden dan Utusan Khusus. Kalau ini terjadi akan sangat meresahkan dan membingungkan publik serta dunia usaha. Dampak dari kekusutan wewenang (meskipun Penasihat dan Utusan Khusus akan ada di bawah kendali langsung Presiden), pertumbuhan ekonomi 8% akan sulit dicapai.

Tugas utama KMP sepulangnya dari Lembah Tidar adalah merapikan tata Kelola birokrasinya termasuk menempatkan para pejabat di bawah menteri. Terutama bagi K/L yang digabungkan atau dipisah. Begitu pula adanya tambahan wakil menteri dan segerombolan dewan dan penasihat lainnya.

Pengalaman saya melaksanakan penggabungan dua kementerian pada 2015, baru bisa beres paling cepat dua tahun karena birokrasi pemberian nomenklatur di Kementerian PAN-RB cukup memerlukan waktu. Belum lagi ketika harus mengajukan anggaran ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait kegiatan/program, gaji berikut susunan pejabat internal lalu minta persetujuan DPR. Tanpa persetujuan Kemenkeu dan DPR, gaji belum dapat dibayarkan. Ingat kasus IKN?

Sambil berjalan, K/L harus menyiapkan kantor dan melaporkannya sebagai aset. Kemudian barulah disusun tugas-tugas dan dicocokkan dengan anggaran yang ada berikut berbagai strategi operasionalnya. Semoga pada era digital, kerja KMP dapat segera berjalan setelah 100 hari. Semoga. Kalau tidak, akan muncul banyak masalah yang menghambat proses bernegara dan pembangunan.

Saya perkirakan di tengah situasi keuangan dunia dan juga Indonesia yang tidak baik-baik saja, tidak semua rencana menteri dapat didukung oleh APBN. Sehingga celotehan salah satu anggota KMP yang berencana minta pagu anggaran 2025 sebesar Rp 20 triliun tidak masuk akal. Beban pembayaran utang ke lembaga/badan donor (World Bank, Asian Development Bank, IMF) sudah besar, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5% (data IMF). Belum lagi beban PHK akibat perusahaan pailit, beban utang BUMN yang dahsyat, tentunya memerlukan konsentrasi Presiden yang tidak mudah. Sementara tuntutan oligopoli akan sangat deras dan aneh-aneh.

Langkah Presiden

Presiden harus berkonsentrasi melanjutkan pembangunan infrastruktur yang kondisinya sudah banyak rusak dan/atau tidak beroperasi –memerlukan investasi (CAPEX) sangat besar. Kasus Kereta Cepat Whoosh, IKN, dan beberapa proyek multi-raksasa yang belum beroperasi optimal, sebagian pembayaran utang sudah jatuh tempo. Sementara Presiden dan Kabinet juga sudah mempunyai banyak rencana besar lain di luar yang sudah dikerjakan Joko Widodo.

Selain membangun, KMP harus membereskan masalah logistik yang saat ini sangat mahal akibat hal-hal sepele yang tidak pernah ditangani secara kongkret. Logistic Performance Index 2023 , Indonesia berada di peringkat 61 dari 139 negara atau tertinggi di ASEAN (data World Bank diolah oleh SIRI). Banyak masalah besar yang terus diabaikan oleh pemerintah, misalnya masalah ODOL, pungutan liar di berbagai sektor logistik (darat - laut - udara), pinjol dan judol, hingga masih panjangnya proses perizinan. Masalah OSS juga masih menjadi kendala di sistem logistik Indonesia.

Intinya jika KMP mau berjalan mulus, sejak awal pemerintahan Prabowo - Gibran harus tegas jangan sampai muncul pernyataan ataupun kebijakan aneh-aneh yang akan menyulitkan berjalannya pemerintahan. Semoga dalam 3 - 6 bulan ada pemecatan anggota KMP dan perangkatnya yang tidak perform dan mengganggu jalannya roda pemerintahan. Kembalikan marwah aparat penegak hukum, seperti KPK yang pernah sangat disegani dan sempat bisa membuat koruptor jera.

Agus Pambagio pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen

Sumber