Mendagri Bakal Laporkan Usulan Revisi 8 UU Politik ke Prabowo
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku bakal melaporkan usulan DPR RI soal rencana merevisi 8 Undang-Undang (UU) terkait sistem politik dan pemilu ke Presiden Prabowo.
Menurut Tito, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menghargai ide DPR RI untuk merevisi 8 UU terkait sistem politik dan pemilu menggunakan metode omnibus law.
“Kami, Kemendagri, menghargai ide dari teman-teman di DPR untuk melakukan revisi terhadap sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan sistem politik,” ujar Tito kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kamis (31/10/2024).
“Tapi dari pemerintah, saya selaku Mendagri tentu memiliki mekanisme sendiri. Saya harus melapor kepada Bapak Presiden,” sambungnya.
Selain itu, lanjut Tito, pemerintah juga akan membahas usulan tersebut dalam rapat antar kementerian dan lembaga terkait. Hal ini untuk menentukan apakah revisi UU diperlukan atau tidak.
“Nanti akan melakukan rapat di tingkat antar kementerian lembaga yang terkait. Apakah perlu revisi atau tidak. Di mana kalau perlu di bagian mana yang perlu direvisi. Itu nanti akan kita sampaikan hasil dari pemerintah ini kepada DPR di rapat berikutnya,” kata Tito.
Tito melanjutkan, hasil pembahasan dalam rapat juga akan dilaporkan ke Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Politik dan Keamanan, serta Kemenko Bidang Hukum dan HAM untuk dikaji kembali.
Dalam rapat-rapat tersebut, pemerintah juga akan melibatkan para ahli, khususnya di bidang hukum tata negara. Hal ini untuk memastikan pengkajian soal rencana revisi UU dilakukan secara mendalam.
“Biasanya kami akan ke Polkam dulu, ke Kemenkopolkam. Jadi tingkat Menko, ada dua Menko ini, Menkopolkam sama Menkokumham, ditambah dengan biasanya Kemensetneg,” ungkap Tito.
“Dan biasanya kita mengundang juga nanti ahli. Dari ahli-ahli tata negara, pemerhati sistem politik, segala macam. Setelah itu opsinya iya atau tidak, seperti apa, kita minta rapat terbatas,” sambung Tito.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, mekanisme yang hendak dijalankan oleh pihak pemerintah adalah suatu hal wajar.
Untuk itu, dia meminta semua pihak menunggu perkembangan lebih lanjut terkait usulan penggunaan metode omnibus law dalam merevisi 8 UU terkait sistem politik dan pemilu.
“Pak Mendagri tentu juga harus kita berikan kesempatan untuk mendiskusikannya dan meminta arahan kepada Bapak Presiden,” kata Rifqi.
“Jadi saya kira hal ini akan kita diskusikan ke depan, tetapi apakah revisinya final atau tidak. Kita tunggu dinamika yang akan terjadi,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk revisi 8 undang-undang (UU) yang terkait sistem politik dan pemilu.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat dengar pendapat umum antara Baleg DPR bersama Perludem hingga Komnas HAM pada Rabu (30/10/2024).
Menurut Doli, metode omnibus law dapat menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih komprehensif.
“Makanya saya tadi mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Rabu.
Doli menyampaikan bahwa sistem politik dan pemilu di Indonesia masih perlu disempurnakan, terutama untuk mengatasi persoalan biaya tinggi dan kompleksitas pelaksanaan pemilu.
“Ayo kita mulai bicara tentang soal menyempurnakan sistem politik termasuk sistem pemilu kita. Kan sudah banyak bicara tadi soal penyelenggaraan katanya begini, soal biaya mahal politik kita seperti itu. Nah itu sudah bisa mulai sebetulnya,” ucap Doli.
Menurut Doli, setidaknya ada delapan UU terkait sistem pemilu dan politik yang perlu dikaji kembali dan disatukan melalui omnibus law.
Beberapa di antaranya adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Karena hulunya semua ini kan adalah pemilu maka harus mulai dari revisi Undang-Undang Pemilu," kata Doli.
Namun, Doli mengatakan bahwa dalam rapat kali ini, Baleg bersama sejumlah organisasi masyarakat baru mendiskusikan soal kemungkinan menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada.
“Nah tapi kalau kita lihat dari diskusi baleg hari ini, kalau kita bicara tentang soal politiknya saja. Itu tadi pemilu dan pilkada dijadikan satu,” ucap Doli.
Kendati demikian, Doli berharap pembahasan soal revisi 8 UU dan penggunaan metode omnibus law ini dapat diselesaikan jauh sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya pada 2029.
Dengan begitu, aturan yang baru dihasilkan bisa diterapkan dan bisa disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat.
“Lebih baik jauh dari pemilu, sehingga kita satu terhindar dari vested interest. Kita punya cukup waktu nanti untuk uji publik, menyerap aspirasi, sehingga nanti 2026, 2027, 2028 itu sosialisasi sudah,” kata Doli.
Ia juga berharap seluruh jajaran legislatif dan eksekutif memiliki komitmen yang sama untuk menyempurnakan UU terkait politik dan pemilu, sehingga bisa menjadi bagian dari agenda program legislasi nasional (Prolegnas).
"Mudah-mudahan. Saya bilang, yang diperlukan setelah kesadaran itu adalah komitmen kita semua. Komit enggak kita mau menyempurnakan undang-undang politik, termasuk dalamnya soal penyelenggaraan pemilih," ujar Doli.