Mendagri: Presiden Prabowo Tekankan Pengendalian Inflasi Agar Tidak Memberatkan Masyarakat
KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian membeberkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam mengendalikan inflasi serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa.
Tito mengatakan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo menekankan upaya pengendalian inflasi agar terus digalakkan.
“Beliau (Prabowo) menyampaikan, pengendalian inflasi, pengendalian barang dan jasa agar tidak memberatkan masyarakat sangat penting,” ujarnya.
Dia mengatakan itu saat memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024 dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (28/10/2024).
Di samping itu, Prabowo juga memiliki perhatian tinggi dalam upaya mengatasi persoalan kemiskinan.
Upaya itu akan dilakukan dalam bidang perumahan, pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM), hingga koperasi.
Sementara itu, pada jangka menengah, Prabowo juga bakal berfokus pada program swasembada pangan dan energi.
Oleh karena itu, Tito mendorong pemerintah daerah (pemda) membantu menyukseskan program-program tersebut.
“Semuanya bukan hanya kepentingan pusat akan mendapat manfaat, tapi kepentingan rakyat. Itu akan membawa nama baik kepala daerah juga,” ujarnya dalam siaran pers.
Dalam konteks pengendalian inflasi, kata TIto, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menggelar Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah sejak 2022.
Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penanganan inflasi dilakukan seperti pengendalian Covid-19. Dengan cara ini, data inflasi di daerah dapat diketahui secara riil.
Tito mengungkapkan, saat ini, angka inflasi lebih terkendali. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 6 Oktober 2024, inflasi year on year (yoy) September 2024 sebesar 1,84 persen.
Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) itu mengatakan, angka tersebut masih berada dalam jangkauan target pemerintah pusat.
“Range inflasi yang ditarget adalah 2,5 persen +/- 1 persen. Artinya, paling rendah 1,5 persen, paling tinggi 3,5 persen. Ini adalah strategi kami, strategi nasional Indonesia,” katanya.
Tito menambahkan, penetapan target tersebut lantaran Indonesia merupakan negara konsumen sekaligus produsen.
Keseimbangan angka inflasi diperlukan untuk menjaga pengendalian harga yang tidak memberatkan konsumen dan produsen.
Pasalnya, bila inflasi terlalu tinggi, masyarakat, khususnya yang berada pada kategori tidak mampu, akan mengalami tekanan.
Sebaliknya, bila inflasi terlalu rendah, para produsen akan kesulitan dalam menutup biaya operasionalnya.
“Kami dari (angka inflasi yoy) 5,95 persen pada September 2022 (mulai) penugasan, sekarang kami berhasil menurunkan di angka 1,84 persen,” jelas Tito.