Mengapa Disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Menulai Polemik?

Mengapa Disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Menulai Polemik?

Disertasi yang disusun oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk meraih gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) menjadi sorotan publik.

Setelah dipertanyakan dari sisi substansi dan waktu pengerjaannya, muncul masalah baru terkait dengan keabsahan salah satu bagian penting dalam disertasi tersebut, yakni dugaan penggunaan nama dan informasi dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) tanpa izin.

Polemik ini semakin menarik perhatian mengingat Bahlil berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude, meski disertasi tersebut kini dipertanyakan oleh pihak Jatam.

Jatam mengajukan keberatan terkait pencantuman nama organisasi mereka sebagai informan utama dalam disertasi Bahlil Lahadalia.

Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan izin, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama dalam disertasi tersebut.

Keberatan ini berawal dari wawancara yang dilakukan dengan seorang peneliti bernama Ismi Azkya pada Agustus 2024.

Ismi memperkenalkan diri sebagai anggota tim peneliti di Lembaga Demografi UI yang sedang melakukan riset tentang dampak hilirisasi nikel di wilayah tambang.

Namun, Jatam baru mengetahui belakangan bahwa wawancara tersebut digunakan dalam disertasi Bahlil, meskipun pada saat itu tidak ada informasi yang memadai terkait tujuan sebenarnya.

Melky Nahar menegaskan bahwa pihak Jatam tidak diberi informasi yang jelas bahwa wawancara tersebut merupakan bagian dari proses penelitian disertasi Bahlil. Oleh karena itu, mereka menuntut agar nama Jatam dan semua informasi yang diberikan dalam wawancara tersebut dihapus dari disertasi Bahlil.

Universitas Indonesia (UI) sebagai lembaga akademik yang menyelenggarakan program doktoral Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa disertasi tersebut masih dapat direvisi.

Kepala Kantor Informasi Publik dan Humas UI, Amelita Lusia, menjelaskan bahwa setelah sidang ujian terbuka, disertasi Bahlil akan mengalami proses revisi sesuai dengan masukan yang diterima, termasuk kemungkinan adanya perubahan terkait masalah ini.

Meskipun begitu, UI belum mengonfirmasi apakah keberatan yang disampaikan oleh Jatam sudah diterima secara resmi, atau apakah langkah formal untuk menindaklanjuti hal tersebut sudah dilakukan.

UI juga tidak memberikan kepastian mengenai apakah pihak universitas sudah mengirimkan surat resmi kepada Bahlil untuk memperhatikan keberatan Jatam dalam proses revisi disertasi.

Namun, Amelita menegaskan bahwa masukan semacam ini akan dipertimbangkan dengan serius dalam proses perbaikan naskah disertasi.

Disertasi Bahlil Lahadalia yang berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia" mengangkat isu penting terkait kebijakan dan praktik hilirisasi nikel di Indonesia.

Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam sektor hilirisasi, seperti dana transfer daerah yang kurang optimal, rendahnya keterlibatan pengusaha daerah, minimnya partisipasi perusahaan Indonesia dalam hilirisasi bernilai tambah tinggi, dan kurangnya rencana untuk diversifikasi pasca-tambang.

Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Bahlil mengusulkan empat kebijakan utama, yakni

Meski disertasi ini berfokus pada isu-isu penting terkait kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam, kontroversi seputar dugaan pencatutan nama Jatam tetap menjadi isu yang belum tuntas.

Polemik ini membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut tentang transparansi dan etika dalam penelitian akademik, terutama terkait dengan penggunaan data atau informasi yang berasal dari pihak ketiga.

Dalam konteks ini, penting untuk menegaskan bahwa dalam penelitian, terutama yang melibatkan wawancara atau data lapangan, klarifikasi tentang tujuan dan penggunaan informasi sangatlah krusial.

Bagi dunia akademik, kasus ini menunjukkan perlunya komunikasi yang lebih terbuka antara peneliti dan informan.

Sementara itu, bagi kebijakan publik, persoalan ini menggarisbawahi pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk mempertimbangkan perspektif yang mungkin belum terwakili dalam disertasi atau penelitian yang lebih besar.

Sumber