Mengapa Gibran Dipecat dari Keanggotaan PDI-P dan Apa Dasarnya?
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara resmi memecat Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dari keanggotaan partai.
Keputusan tersebut diumumkan oleh Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI-P, Komarudin Watubun, pada Senin (16/12/2024).
Pemecatan ini menjadi sorotan karena menyangkut pelanggaran serius terhadap aturan internal partai.
Pemecatan Gibran dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024, yang ditetapkan pada 4 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri serta Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
SK tersebut menyatakan bahwa Gibran telah melanggar kode etik dan disiplin partai dengan mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Padahal, PDI-P mendukung pasangan calon presiden (capres)-cawapres yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Dengan mencalonkan diri sebagai cawapres dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju) hasil intervensi kekuasaan terhadap Mahkamah Konstitusi merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," demikian isi SK tersebut.
Dalam keputusan itu, Gibran juga dilarang melakukan kegiatan atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDI-P.
DPP PDI-P pun menegaskan bahwa partai tidak memiliki hubungan maupun tanggung jawab atas tindakan Gibran di masa mendatang.
Gibran dianggap melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI-P Tahun 2019 serta Kode Etik dan Disiplin Partai.
PDI-P menilai langkah Gibran yang mencalonkan diri sebagai cawapres dari partai lain adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap keputusan partai.
Diketahui, Gibran maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo dan diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Selain itu, sebagai kader yang sebelumnya ditugaskan oleh PDI-P menjadi Wali Kota Surakarta, Gibran seharusnya mematuhi arahan partai, termasuk dalam mendukung pasangan capres-cawapres yang telah ditentukan.
Namun, langkah Gibran justru dinilai mencederai arah perjuangan partai. Selain itu, pencalonannya sebagai cawapres disebut sebagai hasil dari intervensi kekuasaan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), yang dianggap mencoreng sistem demokrasi, hukum, dan moral bangsa.
PDI-P menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk menjaga kehormatan, kewibawaan, dan citra partai.
Sebab, setiap kader diwajibkan mematuhi kode etik dan disiplin partai, menjaga arah perjuangan partai, serta sejalan dengan ideologi partai. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dapat berujung pada sanksi berat, termasuk pemecatan.
"Organisasi partai akan efektif apabila di dalamnya terdapat kader-kader yang militan dan patuh terhadap peraturan organisasi,” demikian tertuang dalam pertimbangan pemecatan Gibran.
Rekomendasi pemecatan Gibran berasal dari Bidang Kehormatan Partai dan Komite Etik PDI-P.
Pertimbangan tersebut juga didukung oleh berbagai aturan internal partai, seperti Peraturan Partai Nomor 07 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Disiplin Anggota.
Keputusan ini tidak hanya didasarkan pada AD/ART partai, tetapi juga pada sejumlah aturan dan dokumen resmi lainnya. Di antaranya adalah Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-05.11.02 Tahun 2024, Peraturan Partai, dan Rekomendasi Rakernas V PDI-P Tahun 2024.
Selain itu, Gibran juga telah dipanggil melalui Surat DPP PDI-P untuk memberikan klarifikasi atas tindakannya, tetapi tetap dianggap tidak mematuhi keputusan partai.
Melalui SK ini, PDI-P menegaskan bahwa keputusan tersebut berlaku sejak ditetapkan dan hanya dapat ditinjau kembali jika ditemukan kekeliruan administratif di kemudian hari.