Mengapa Hubungan China dengan Vatikan Kontroversial dan Rumit?

Mengapa Hubungan China dengan Vatikan Kontroversial dan Rumit?

China dan Vatikan memperbarui kesepakatan kontroversial terkait penunjukan uskup di negara itu untuk ketiga kalinya. Hal ini dipandang sebagai upaya Takhta Suci untuk terus mempererat relasi dengan Beijing. Dengan begitu, kesepakatan kontroversial ini masih akan berlaku selama empat tahun ke depan.

Pada Selasa (22/10) lalu, Vatikan mengutarakan niatnya untuk "terus memajukan dialog yang konstruktif dan saling menghormati" dengan China. Dalam pernyataan yang sama, Vatikan juga berharap hubungan bilateral antara kedua negara dapat "terus dikembangkan".

Sejak Partai Komunis berkuasa di China pada 1949, mereka tidak mengakui Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma. Di sisi lain, Vatikan pun tidak membangun hubungan diplomatik dengan China.

Salah satu masalah utama antara China dan Vatikan adalah penunjukan pastor.

Pada 1957, Beijing mendirikan Asosiasi Patriotik Katolik China (CCPA), salah satu organisasi keagamaan yang dikelola Kementerian Agama dan Partai Komunis.

Pendirian ini menandai kekuasaan tunggal partai atas pemilihan dan penunjukan pastor gereja yang diakui resmi.

Keberadaan CCPA memicu perpecahan antara gereja yang diakui negara dan gereja bawah tanah yang tetap setia kepada Paus.

Banyak umat Katolik yang terpaksa beribadah secara sembunyi-sembunyi tak sedikit dari mereka mengalami persekusi dari otoritas, bahkan mendekam di penjara.

ReutersPaus Fransiskus (kiri) mengungkapkan kekagumannya terhadap China setelah lawatannya ke Asia Tenggara baru-baru ini

Pada 2018, Vatikan dan China menyepakati perjanjian sementara yang menjadi terobosan.

Walau rinciannya tidak pernah diungkapkan ke publik, kesepakatan bersejarah ini konon memberikan keputusan akhir atas penunjukan uskup di China di tangan Paus.

Saat itu, Vatikan menggambarkan traktat ini sebagai "buah dari pendekatan timbal balik yang bertahap". Adapun Beijing mengatakan kedua belah pihak akan "mendorong proses peningkatan hubungan".

Beberapa pihak melihat kesepakatan ini dapat membuka jalan bagi pembentukan hubungan formal antara Vatikan dan China.

Gereja Katolik hendak meningkatkan hubungan dengan Beijing karena mereka ingin menyebarkan Injil di negara berpenduduk terbanyak kedua di dunia, papar Dr John Mok, pakar sosiologi agama di Hong Kong Polytechnic University.

BBC

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

BBC

Berbagai sumber memperkirakan ada sekitar enam hingga sepuluh juta umat Katolik di China daratan. Akan tetapi, menurut Pew Research Center yang berbasis di Washington, pertumbuhan agama Kristen termasuk Katolik dan Protestan telah terhenti sejak 2010.

Dr Mok menambahkan bahwa, di sisi lain, Beijing membutuhkan gereja untuk membantu "menjaga stabilitas" di kalangan umat Katolik di China "tanpa menimbulkan terlalu banyak reaksi".

Partai Komunis, sambung dia, tidak pernah berhasil "memutuskan hubungan antara Gereja di China dan Takhta Suci".

Kendati demikian, kesepakatan pada 2018yang sudah beberapa kali diperpanjang itu masih menyisakan kontroversi sampai sekarang.

Mereka yang mengecam perjanjian itu menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap gereja bawah tanah yang telah mengalami penindasan selama puluhan tahun.

Sebelum penandatanganan kesepakatan itu, Takhta Suci dilaporkan meminta Uskup Guo Xijin yang diakui oleh Paus untuk mengundurkan diri sebagai pemimpin keuskupan Mindong di Provinsi Fujian.

Guo kemudian ditunjuk sebagai uskup pembantu dari uskup yang ditunjuk pemerintah, yang pernah dikucilkan. Dua tahun kemudian, dia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai uskup pembantu.

Reuters Pemerintahan Presiden Xi Jinping berupaya membuat gereja-gereja berada di bawah kendali Partai Komunis

Pada Mei 2024, dua pastor asal Baoding sebuah keuskupan di provinsi utara Henan dilaporkan hilang. Laporan ini diangkat China Aid, organisasi Amerika Serikat yang mengadvokasi kebebasan beragama di China.

Sejumlah laporan media menyebut dua pastor itu ditangkap otoritas China karena keuskupan itu adalah salah satu gereja bawah tanah terbesar di negara itu.

Pendeta Bob Fu dari ChinaAid berargumen adanya perjanjian sementara tersebut sama sekali tidak menghentikan praktek penindasan agama di China.

Sejak 2016, Presiden Xi Jinping mengedepankan apa yang disebut sebagai "Sinisasi agama"yang pada intinya bertujuan agar semua organisasi keagamaan berada di bawah kendali Partai Komunis.

Getty ImagesUmat Katolik di China bisa dipenjara apabila tertangkap mengikuti misa di gereja-gereja bawah tanah

Salib-salib sudah dihilangkan dari gereja-gereja di China, menurut laporan pemerintah AS yang dirilis pada bulan September.

Laporan yang sama menyebut gambar Yesus Kristus dan Bunda Maria telah diganti dengan potret Presiden Xi, yang dianggap sebagai pemimpin paling kuat sejak pendiri negara Mao Zedong.

Beijing telah berkali-kali menyatakan bahwa warga negara China merasakan kebebasan beragama dan menuduh AS telah mencemarkan nama baik China.

Masih diragukan seberapa besar kekuasaan Paus atas penunjukan uskup bahkan setelah adanya perjanjian tersebut.

Tujuh uskup telah ditahbiskan sejak 2018sesuatu yang menurut para kritikus memperlihatkan ketidakefektifan kesepakatan itu.

AFPSejumlah pihak menyebut perjanjian pada 2018 merupakan "pengkhianatan" terhadap gereja bawah tanah yang menentang kendali pemerintah demi mempertahankan kesetiaan mereka terhadap Paus.

Bahkan Vatikan pun mengkritik Beijing karena sudah beberapa kali melanggar pakta.

Pada 2023, pihak berwenang China memindahkan Uskup Shen Bin yang secara terbuka mendukung "Sinisisasi agama"dari keuskupan Haimen di provinsi Jiangsu ke Shanghai, keuskupan terbesar di China.

Gereja Katolik Roma saat itu mengklaim pihaknya baru diberitahu tentang pemindahan Uskup Shen Bin beberapa hari sebelumnya. Vatikan menyebut tindakan ini menentang "semangat dialog dan kolaborasi".

Posisi pemimpin uskup di Shanghai telah kosong selama satu dekade. Menurut Vatikan, sebaiknya Uskup Pembantu Ma Daqin ditunjuk untuk memimpin keuskupan tersebut.

Akan tetapi, Ma telah menjadi tahanan rumah sejak 2012 setelah secara terbuka mengecam CCPA.

Sebuah laporan pada 2017 menunjukkan bahwa Ma kemungkinan memperoleh sebagian kebebasannya lagi setelah setuju untuk bergabung kembali dengan gereja yang dipimpin pemerintah.

Tiga bulan setelah Beijing melakukan pemindahan itu, barulah Paus mengakui Uskup Shen. Kardinal Pietro Parolin, sekretaris negara Vatikan, mengatakan langkah ini diambil demi "kebaikan yang lebih besar bagi keuskupan".

Pada 2022, Beijing mengangkat John Peng Weizhao sebagai uskup pembantu di Jiangxi, sebuah keuskupan yang tidak diakui Gereja Katolik, tanpa persetujuan kepausan.

Vatikan sendiri secara diam-diam menasbihkan Peng sebagai Uskup Yujiang pada 2014. Dia kemudian dipenjara selama enam bulan.

Vatikan yang jarang-jarang mengeluarkan pernyataan kritis kala itu mengatakan bahwa keputusan China tidak "sesuai dengan semangat dialog". Sejak saat itu, Vatikan belum mengomentari pelantikan Peng.

Ditilik dari kacamata sejarah, hubungan antara China dan Gereja Katolik Roma memang senantiasa rumit.

Vatikan pertama kali melakukan kontak diplomatik dengan China pada abad ke-13. Para misionaris mulai berdatangan pada masa dinasti Ming dan Qing yang paling terkenal adalah Matteo Ricci, pastor dari Ordo Yesuit Italia.

Akan tetapi, tidak ada hubungan formal yang terbentuk antara China dan Vatikan sampai setelah Perang Dunia Kedua pada 1942.

Tujuh tahun kemudian, perang saudara di China menyebabkan kekalahan partai Kuomintang (KMT) yang mengungsi ke Taiwan.

Vatikan membuka kembali "legasi untuk China" di Taipei pada 1952, yang kemudian ditingkatkan menjadi kedutaan besar.

ReutersMatteo Ricci, seorang Yesuit asal Italia seperti Paus Fransiskus, adalah salah satu misionaris paling terkenal yang mencoba menyebarkan agama Katolik Roma ke Tiongkok

Sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1971 mengakui Beijing (bukannya Taiwan) sebagai negara, Vatikan belum pernah mengirimkan duta besar ke Taipei.

Alih-alih, Vatikan mendirikan sebuah "misi studi" di Hong Kong sebagai perwakilan diplomatik informal.

Misi ini menangani komunikasi dengan gereja-gereja di daratan, baik yang resmi maupun yang tidak resmi, dan "mempelajari" calon-calon pendeta, papar Dr Mok.

Selama beberapa dekade, Vatikan tidak terlibat secara terbuka dan aktif dengan China.

Pada 1949, tahun berdirinya komunis China, Paus Pius XII mengeluarkan dekrit yang menentang komunisme.

Paus Yohanes Paulus II, yang memimpin Gereja sejak 1978 hingga 2005, sering dipuji karena membantu menjatuhkan Komunisme di Eropa Timur.

Perubahan mulai terasa pada tahun 2007 ketika Paus Benediktus XVI menyatakan kesediaannya untuk berdiskusi dengan Beijing tentang pemilihan uskup.

ReutersPartai Komunis Tiongkok yang ateis memberlakukan kontrol terhadap jemaat melalui badan-badan pemerintahan dan unsur-unsur partai

Pengganti Paus Benediktus XVI, Paus Fransiskus, yang juga seorang Yesuit, telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk mengunjungi China.

Paus Fransiskus juga telah mengutarakan kekagumannya terhadap negara Asia Timur itu.

Selain itu, Vatikan juga berniat mendirikan kantor permanen di China. Jika ini benar terjadi, maka peningkatan hubungan bilateral antara China dan Vatikan akan signifikan.

Dr Mok menduga ada urgensi dalam hal ini mengingat kesehatan Paus Fransiskus dikabarkan semakin memburuk.

Pada 1981, pemimpin China Deng Xiaoping mengatakan Gereja Katolik Roma harus mengakui prinsip "Satu China" yang menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah China.

Deng juga mendesak Vatikan "menyelesaikan" hubungan dengan Taiwan sebelum pembentukan hubungan diplomatik dengan China.

Namun, menurut Dr Mok, memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan bukanlah perkara sederhana bagi Vatikan.

"Apakah [pemutusan hubungan diplomatik] bermakna meninggalkan ketujuh keuskupan Taiwan? Sedangkan menghapus satu keuskupan saja sulitnya bukan main," kata Dr Mok.

ReutersPara pejabat Vatikan telah menekankan bahwa Nunsiatur Apostolik (setara kedutaan besar) mereka di Taiwan adalah kedutaan besarnya untuk China

Vatikan adalah satu-satunya sekutu Eropa bagi Taiwan. Di bawah tekanan Beijing, Taiwan kehilangan sepuluh sekutu sejak 2016. Sekarang, negara itu hanya diakui 12 negara.

Kementerian Luar Negeri Taiwan mengatakan pada Mei silam bahwa pihaknya akan mempertahankan "hubungan yang mendalam" dengan Vatikan dan "bersama-sama menjaga nilai luhur dari kebebasan beragama".

Di sisi lain, sekalipun Vatikan menjalin hubungan resmi dengan China, tetap saja kontrol ketat Beijing akan mempersulit perwakilan Paus dalam menjalankan tugas, termasuk mempelajari calon-calon uskup.

Sumber