Mengapa MK Putuskan Foto Kampanye Dilarang Diubah dengan AI?

Mengapa MK Putuskan Foto Kampanye Dilarang Diubah dengan AI?

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor 166/PUU-XXI/2023 menjadi sorotan publik.

MK memutuskan manipulasi foto atau gambar yang digunakan dalam kampanye pemilihan umum (pemilu), terutama dengan teknologi artificial intelligence (AI), dilarang.Apa alasan di balik keputusan ini, dan apa dampaknya bagi pelaksanaan pemilu?

Pasal 1 angka 35 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mendefinisikan "citra diri" dalam konteks kampanye. Namun, aturan ini dianggap tidak memberikan batasan yang jelas terkait manipulasi foto atau gambar.

Advokat Gugum Ridho Putra, yang mengajukan gugatan ini, berpendapat manipulasi foto dapat memengaruhi persepsi publik dan mengaburkan citra asli peserta pemilu.

Gugum menyoroti penggunaan teknologi seperti AI yang mampu mengubah wajah, penampilan, bahkan membuat foto tampak lebih ideal daripada kenyataan.

Ia meminta MK memberikan interpretasi tegas agar citra diri peserta pemilu harus berupa foto yang asli, terbaru, dan tidak dimanipulasi secara berlebihan.

 

Hakim konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil harus tercermin dalam semua aspek penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam kampanye.

Menurutnya, manipulasi foto atau gambar yang berlebihan dapat mengaburkan prinsip kejujuran dan transparansi.

"Konsistensi menampilkan foto/gambar peserta pemilu sesuai dengan keadaan riil/senyatanya adalah juga merupakan bentuk manifestasi atau pengejawantahan dari prinsip jujur," kata Arief saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

MK menegaskan bahwa manipulasi foto dapat memengaruhi calon pemilih untuk memilih berdasarkan persepsi visual yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Dengan demikian, praktik ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip pemilu yang jujur, tetapi juga berpotensi memanipulasi pilihan pemilih yang seharusnya berdasarkan hati nurani.

Dalam putusan ini, MK memberikan definisi lebih rinci terkait frasa "citra diri". Foto atau gambar yang digunakan dalam kampanye harus berupa citra yang original, terbaru, dan tidak dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi, termasuk AI.

"Foto/gambar tentang dirinya harus original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artificial intelligence," kata Ketua MK Suhartoyo dalam membacakan amar putusan.

Bahkan jika teknologi ini digunakan, peserta pemilu diwajibkan mencantumkan keterangan yang jelas bahwa ada campur tangan teknologi dalam foto tersebut.

Keputusan ini menuntut peserta pemilu untuk lebih transparan dan jujur dalam menyajikan citra diri mereka kepada publik.

Foto kampanye tidak lagi boleh "dipermak" dengan teknologi untuk memberikan kesan yang berbeda dari kenyataan. Selain itu, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat memengaruhi kredibilitas peserta pemilu di mata publik.

MK juga berharap, dengan batasan ini, pemilih dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang jujur dan objektif. Pemilu yang adil dan transparan diharapkan dapat terwujud melalui implementasi keputusan ini.

Keputusan MK ini mengikat dan harus diimplementasikan dalam pelaksanaan pemilu mendatang. Selain itu, pemerintah dan penyelenggara pemilu diharapkan segera menyesuaikan regulasi agar sejalan dengan putusan ini.

Dengan demikian, peserta pemilu dan masyarakat memiliki panduan yang jelas mengenai penggunaan citra diri dalam kampanye.

Sumber