Mengapa Pemerintah Tetap Menaikkan PPN Menjadi 12 Persen?

Mengapa Pemerintah Tetap Menaikkan PPN Menjadi 12 Persen?

 

KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan ini, sebagaimana disampaikan oleh Presiden, bukanlah langkah spontan, melainkan amanah dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Presiden menegaskan bahwa kenaikan PPN dilakukan secara bertahap agar tidak membebani daya beli masyarakat, mengendalikan inflasi, dan menjaga stabilitas ekonomi.

"Kenaikan ini merupakan perintah undang-undang dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Kenaikan secara bertahap ini dimaksud agar tidak memberi dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi," ujar Prabowo di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Selasa (31/12/2024).

Meskipun tarif PPN meningkat, Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Sementara itu, barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat umum tetap dikenakan tarif PPN nol persen, seperti yang telah diatur sebelumnya.

"Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," ujar Prabowo.

Contoh barang mewah yang dimaksud adalah pesawat jet pribadi, kapal pesiar, yacht, dan rumah mewah bernilai tinggi.

Dengan demikian, Presiden memastikan bahwa masyarakat umum yang mengonsumsi barang kebutuhan pokok, seperti beras, daging, ikan, telor, dan susu segar, tidak akan merasakan dampak kenaikan PPN 12 persen.

Untuk memastikan kebijakan ini tetap berpihak kepada masyarakat kecil, pemerintah memberikan berbagai fasilitas pembebasan PPN bagi barang dan jasa kebutuhan utama.

"Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak yang tetap diberikan pembebasan PPN, yaitu tarif nol persen. Antara lain, kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum," kata Prabowo.

Selain itu, pemerintah menyiapkan paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat dan sektor usaha.

Beberapa poin dalam paket tersebut meliputi

Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan pro rakyat.

"Sudah merupakan sikap pemerintah yang saya pimpin bahwa setiap kebijakan perpajakan harus selalu mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan, perlindungan daya beli rakyat serta mendorong pemerataan ekonomi," ujarnya.

Dengan kebijakan kenaikan bertahap dan pembebasan PPN bagi kebutuhan pokok, pemerintah berupaya meminimalkan dampak terhadap masyarakat kecil sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara dari barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh golongan mampu.

Sumber