Mengapa Program Makan Bergizi Gratis Butuh Tambahan Anggaran Rp 100 Triliun?
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai memutar otak untuk membahas potensi penambahan anggaran program unggulan, Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, pemerintah ingin menambah jumlah penerima manfaat.
Saat ini, anggaran program Makan Bergizi Gratis yang telah ditetapkan pemerintah senilai Rp 71 triliun untuk 15 juta hingga 17,5 juta penerima.
Sementara dibutuhkan setidaknya tambahan anggaran dengan nilai Rp 100 triliun untuk menjangkau 82,9 juta penerima.
“Otomatis ketika beliau punya keinginan untuk menggapai seluruh penerima manfaat, otomatis anggaran akan bertambah. Dan tadi Menteri Keuangan kelihatannya menyampaikan semua sangat tergantung kepada Presiden," kata Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, usai rapat terkait MBG bersama sejumlah menteri dan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Dalam rapat yang sama, pemerintah juga membahas potensi tambahan anggaran dari pemerintah daerah (pemda) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dadan menegaskan tidak ada skema usulan lain yang turut dibahas dalam rapat selain dari pemda dan BUMN.
Pasalnya, belakangan beredar ragam usulan untuk tambahan dana MBG. Beberapa usulan yang santer beredar seperti dari zakat hingga cukai rokok.
"Kita tidak membahas hal lain-lain, tadi kita hanya membahas terkait dengan APBN, kemudian dana kontribusi pemerintah daerah, kontribusi BUMN, kontribusi berbagai kementerian terkait dengan pembinaan potensi sumber daya lokal dan lain-lain," tegas Dadan.
Langkah memanfaatkan pemda untuk sumber tambahan dana program Makan Bergizi Gratis didukung Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal.
Tito menyatakan partisipasi pemda dalam program MBG dapat meningkatkan elektabilitas kepala daerah, mendukung kesehatan anak-anak, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya.
Menurut Tito, jumlah kontribusi ini diambil dari kesanggupan masing-masing daerah. Pasalnya, pemerintah pusat tidak menjadikannya pengeluaran wajib (mandatory spending) tiap daerah.
"Kita enggak mandatory. (Jumlahnya) tergantung dari PAD-nya (pendapatan asli daerah) masing-masing," ucap Tito.
Senada, pemda yang APBD dan PAD tinggi disarankan ikut berkontribusi demi percepatan program itu.
Cucun mengatakan pemda dengan PAD yang kuat tentu dapat mendukung program Makan Bergizi Gratis.
"Makanya kalau banyak daerah yang punya resource kuat, mereka APBD-nya kuat, PAD-nya kuat, ya lebih baik segera untuk bisa terjadi pemerataan itu, APBD juga bisa hadir," kata Cucun.
Selain dari BUMN dan pemda, ada juga usulan zakat untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis yang disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Najamudin Bachtiar.
Sultan menyampaikan, masyarakat perlu berpartisipasi mendanai program Makan Bergizi Gratis karena anggaran pemerintah tidak akan cukup untuk membiayai program tersebut.
“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program Makan Bergizi Gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir, kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” ujar Sultan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 14 Januari 2025.
Sayangnya, wacana ini menuai kritik dari organisasi masyarakat Islam karena dana zakat semestinya hanya boleh dinikmati oleh golongan yang berhak, antara lain masyarakat fakir miskin.
Merespons kritikan yang ada, Sultan mengklarifikasi bahwa yang dimaksudkannya adalah pendanaan dengan zakat, infak, dan sedekah.
Hal tersebut Sultan usulkan mengingat pemerintah hanya memiliki anggaran untuk Makan Bergizi Gratis sebesar Rp 71 triliun, yang artinya hanya cukup sampai Juli 2025.
"Karena memang sifat dan karakter asli bangsa kita sangat dermawan, suka menolong, dan gotong royong. Salah satu ide yang terlintas dan jika memungkinkan dengan melihat potensi zakat, infak, dan sedekah," ujar Sultan kepada Kompas.com, 16 Januari 2025.
Usulan tambahan dana lainnya disampaikan Anggota Komisi IX DPR Fraksi Nasdem Irma Suryani yang keberatan jika zakat dipakai untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis.
Dia menyarankan lebih baik jika memang program Makan Bergizi Gratis mengambil dana cukai rokok.
"Pertama, bisa diambil dari dana cukai rokok yang setahunnya kurang lebih Rp 150 triliun,” ujar Irma kepada Kompas.com, kemarin.
Selain itu, ia menyarankan bisa juga menggunakan dana CSR BUMN dan perusahaan-perusahaan para konglomerat.
Menurutnya, selama ini, hasil dari CSR BUMN tidak jelas wujudnya. “Itu akan lebih jelas kemaslahatannya daripada selama ini dana-dana CSR tersebut tidak jelas output-nya," imbuh Irma.
Merespons ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, tidak keberatan jika mengambil sumber tambahan dari cukai.
Sebab, pengelolaan cukai sudah berada dalam kewenangan pemerintah.
Akan tetapi, ia menolak jika mengambil dana dari pengusaha untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis.
Menurut Hariyadi, Makan Bergizi Gratis adalah program pemerintah dan kontribusi pengusaha sudah terpenuhi melalui pajak yang dibayarkan kepada negara.
"Kami pengusaha sudah mengontribusi program negara lewat pajak. Pajak itu kita bayarkan supaya negara bisa menjalankan programnya,” tambah dia.
Hariyadi menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis adalah bagian dari janji unggulan Presiden Prabowo, yang seharusnya didanai dari anggaran negara, bukan melalui tambahan kontribusi dari pengusaha.
Dia juga menyoroti adanya anggapan bahwa dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan bisa digunakan untuk mendukung program ini.
Menurutnya, dana TJSL sudah memiliki alokasi tersendiri sesuai kebijakan masing-masing perusahaan.
“TJSL itu sudah ada programnya masing-masing, diserahkan kepada perusahaan. Jadi, kita sudah berkontribusi lewat mekanisme yang ada,” tegas Hariyadi.