Mengapa Yasonna Ingatkan Natalius Pigai agar Tak Beda Pendapat dengan Menko Yusril?

Mengapa Yasonna Ingatkan Natalius Pigai agar Tak Beda Pendapat dengan Menko Yusril?

Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Yasonna Laoly, baru-baru ini mengingatkan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai tentang pentingnya koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.

Dalam rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen Jakarta pada 31 Oktober 2024, Yasonna menekankan perlunya kesepakatan dan harmoni dalam kebijakan yang diambil oleh kedua pejabat tersebut.

Yasonna mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pernyataan yang berbeda antara Menteri HAM dan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, dapat mengganggu stabilitas dalam pengambilan keputusan.

Dia mengingatkan bahwa komunikasi yang baik sangat penting agar kedua pihak dapat mencapai kesepakatan sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna memberikan contoh konkret tentang pentingnya kerja sama antar kementerian dalam penyelesaian pelanggaran HAM.

Dia mengangkat kasus Talangsari 1989 sebagai contoh sukses penyelesaian nonyudisial yang dilakukan pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam kasus ini, pemerintah berhasil memulihkan hak-hak individu yang terdampak pelanggaran.

Penyelesaian nonyudisial dianggap sebagai metode yang lebih manusiawi dan dapat mengurangi ketegangan sosial.

Yasonna menjelaskan bahwa pendekatan ini memungkinkan pemulihan hak-hak korban tanpa melalui proses peradilan yang panjang dan rumit. Ini adalah langkah penting untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi hukum.

Dalam rapat tersebut, Yasonna menekankan pentingnya bagi Natalius Pigai untuk mencari pendekatan baru dalam menangani 13 pelanggaran HAM yang teridentifikasi.

Dia mendorong agar Kementerian HAM melibatkan kementerian dan lembaga lain dalam proses ini, termasuk Kementerian BUMN dan Kementerian Pendidikan, agar upaya penyelesaian lebih komprehensif.

Yasonna menyarankan agar anggaran untuk penyelesaian pelanggaran HAM tidak hanya bersumber dari Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga melibatkan kementerian lain yang memiliki relevansi.

Hal ini mencakup dukungan untuk pendidikan bagi keluarga korban serta bantuan perumahan.

Dengan pendekatan lintas sektoral, diharapkan anggaran yang diperlukan, yang diperkirakan mencapai Rp 20 triliun, dapat dioptimalkan.

Dari pembahasan ini, terlihat jelas bahwa koordinasi antar kementerian sangat krusial dalam menangani isu-isu pelanggaran HAM. Yasonna Laoly menekankan bahwa sinergitas dan komunikasi yang baik antara Kementerian HAM dan lembaga lain adalah kunci untuk mencapai penyelesaian yang adil dan efektif.

Hal ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki dan memulihkan kepercayaan publik terhadap proses hukum dan penegakan hak asasi manusia.

Sumber