Mengintip Shelter Tsunami NTB yang Dikorupsi, Terbengkalai dan Terancam Roboh

Mengintip Shelter Tsunami NTB yang Dikorupsi, Terbengkalai dan Terancam Roboh

LOMBOK UTARA, KOMPAS.com - Bangunan shelter tsunami di Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terindikasi korupsi, kini dalam kondisi terbengkalai.

Pantauan Kompas.com, Selasa (31/12/2024) menunjukkan bahwa beberapa sisi tembok shelter mengalami keretakan dan runtuh, sementara tangga di kedua sisi bangunan ambruk akibat guncangan gempa Lombok pada 2018.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya semak belukar yang rimbun di sekitar shelter, yang menurut warga kini menjadi sarang ular.

Muriyani, salah satu warga yang tinggal di dekat shelter mengungkapkan rasa takutnya terhadap kondisi bangunan tersebut.

"Kita khawatir, takut hari-harinya, takut terus, enggak enak tidur. Orang lewat nggak berani. Saya ini yang paling dekat rumahnya," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (31/12/2024).

Warga setempat berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan terkait bangunan shelter tsunami yang berada di tengah perkampungan mereka, mengingat sejumlah bagian bangunan sudah mulai runtuh.

KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM Shelter tsunami di Lombok Utara, NTB terbengkalai.

Nining, salah satu warga lainnya, menegaskan pentingnya respons pemerintah.

"Kalau emang mau dirubuhkan ya dirubuhkan, kalau mau dimanfaatkan, dimanfaatkan saja. Kalau begini kan kasihan juga, pemerintah sudah bangun, enggak digunakan," katanya.

Nining juga menyoroti potensi bahaya reruntuhan bangunan yang dapat mengancam keselamatan anak-anak yang pulang sekolah.

"Ini kan udah enggak diperbaiki, udah enggak ada perubahannya. Kasihan anak-anak yang lewat pulang sekolah, nanti runtuhan jatuh dari atas tiba-tiba. Sering itu terjadi, sampai anak-anak itu lari terbirit-birit, apalagi kalau hujan, pasti jatuh reruntuhan yang masih nyangkut di atas itu," tambahnya.

KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam Konferensi Pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Saat ini, gedung shelter tsunami yang mangkrak tersebut kerap digunakan oleh warga untuk menggembala sapi dan mengambil rumput sebagai pakan ternak.

Namun, warga tidak berani berlama-lama berada di bangunan tersebut karena takut terkena reruntuhan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di NTB.

Mereka adalah Aprialely Nirmala (AN), yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen proyek, dan Agus Herijanto (AH), Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara pada 2014.

Keduanya diduga melakukan korupsi dengan cara mengubah desain dan mengurangi spesifikasi shelter, sehingga menyebabkan bangunan cepat rusak setelah diguncang gempa magnitudo 6,4 dan 7,0 pada 2018.

"Padahal standar shelter itu harus bisa tahan terhadap gempa hingga 9 SR," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Jakarta.

Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), KPK memperkirakan bahwa kasus korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 18,4 miliar.

Sumber